BTemplates.com

Selamat Datang Di Website Majelis Al-Badar, Komunitas Online Para Pecinta Rasulullah...

Selasa, 19 September 2017

Tawassul

Memang banyak pemahaman saudara-saudara kita muslimin yang perlu diluruskan tentang tawassul, tawassul adalah berdoa kepada Allah dengan perantara amal shalih, orang shalih, malaikat, atau orang-orang mukmin. Tawassul merupakan hal yang sunnah, dan tak pernah ditentang oleh Rasul, tak pula oleh Ijma' Sahabat radhiyallahu 'anhum, tak pula oleh Tabi'in, dan bahkan para Ulama dan Imam-Imam besar Muhadditsin, mereka berdoa tanpa perantara atau dengan perantara, dan tak ada yang menentangnya, apalagi mengharamkannya, atau bahkan memusyrikkan orang yang mengamalkannya.


Pengingkaran hanya muncul pada abad ke 19-20 ini, dengan munculnya sekte sesat yang memusyrikkan orang-orang yang bertawassul, padahal Tawassul adalah sunnah Rasul, sebagaimana hadits shahih dibawah ini: "Wahai Allah, Demi orang-orang yang berdoa kepada Mu, demi orang-orang yang bersemangat menuju (keridhoan) Mu, dan Demi langkah-langkahku ini kepada (keridhoan) Mu, maka aku tak keluar dengan niat berbuat jahat, dan tidak pula berniat membuat kerusuhan, tak pula keluarku ini karena Riya atau sum'ah.." hingga akhir hadits. [HR Imam Ahmad, Imam Ibnu Khuzaimah, Imam Abu Nu'aim, Imam Baihaqi, Imam Thabrani, Imam Ibnu Sunni, Imam Ibnu Majah dengan sanad Shahih]. Hadits ini kemudian hingga kini digunakan oleh seluruh muslimin untuk doa menuju masjid dan doa safar.

Tujuh Imam Muhaddits meriwayatkan hadits ini, bahwa Rasul berdoa dengan Tawassul kepada orang-orang yang berdoa kepada Allah, lalu kepada orang-orang yang bersemangat kepada keridhoan Allah, dan barulah bertawassul kepada Amal shalih beliau (demi langkah langkahku ini kepada keridhoan Mu).

Siapakah Muhaddits?, Muhaddits adalah seorang ahli hadits yang sudah hafal 10.000 (sepuluh ribu) hadits atau lebih beserta hukum sanad dan hukum matannya, betapa jenius dan briliannya mereka ini dan betapa luasnya pemahaman mereka tentang hadist Rasul, sedangkan satu hadits pendek, bisa menjadi dua halaman bila disertai hukum sanad dan hukum matannya. Lalu hadits diatas diriwayatkan oleh tujuh Muhaddits.., apakah kiranya kita masih memilih pendapat madzhab sesat yang baru muncul di abad ke 20 ini, dengan ucapan orang-orang yang dianggap muhaddits padahal tak satupun dari mereka mencapai kategori Muhaddits , dan kategori ulama atau apalagi Imam Madzhab, mereka bukanlah pencaci, apalagi memusyrikkan orang-orang yang beramal dengan landasan hadits shahih.

Masih banyak hadits lain yang menjadi dalil tawassul adalah sunnah Rasul, sebagaimana hadits yang di riwayatkan oleh Abu Nu’aim, Thabrani dan Ibnu Hibban dalam shahihnya, bahwa ketika wafatnya Fatimah binti Asad (Bunda dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib), dalam hadits itu disebutkan Rasul rebah/bersandar dikuburnya dan berdoa: "Allah Yang Menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Hidup tak akan mati, ampunilah dosa Ibuku Fathimah binti Asad, dan bimbinglah hujjah nya (pertanyaan di kubur), dan luaskanlah atasnya kuburnya, Demi Nabi Mu dan Demi para Nabi sebelum Mu, Sungguh Engkau Maha Pengasih dari semua pemilik sifat kasih sayang”, jelas sudah dengan hadits ini pula bahwa Rasul bertawassul di kubur, kepada para Nabi yang telah wafat, untuk mendoakan Bibi beliau (Istri Abu Thalib).

Demikian pula tawassul Sayyidina Umar bin Khattab. Beliau berdoa meminta hujan kepada Allah: "Wahai Allah.. kami telah bertawassul dengan Nabi kami, dan Engkau beri kami hujan, maka kini kami bertawassul dengan Paman beliau, yang melihat beliau, maka turunkanlah hujan... maka hujanpun turun". [Shahih Bukhari hadits no.963 dan hadits yang sama pada Shahih Bukhari hadits no.3508]

Umar bin Khattab melakukannya, para sahabat tak menentangnya, demikian pula para Imam-Imam besar itu tak satupun mengharamkannya, apalagi mengatakan musyrik bagi yang mengamalkannya, hanyalah pendapat sekte sesat ini yang memusyrikkan orang yang bertawassul, padahal Rasul sendiri berrtawassul. Apakah mereka memusyrikkan Rasul?, dan Sayyidina Umar bin Khattab bertawassul, apakah mereka memusyrikkan Umar?, Naudzubillah dari pemahaman sesat ini.

Mengenai pendapat sebagian dari mereka yang mengatakan bahwa tawassul hanya boleh pada orang yang masih hidup, maka entah darimana pula mereka mengarang persyaratan tawassul itu, dan mereka mengatakan bahwa orang yang sudah mati tak akan dapat memberi manfaat lagi.., pendapat yang jelas-jelas datang dari pemahaman yang sangat dangkal, dan pemikiran yang sangat buta terhadap kesucian tauhid...

Jelas dan tanpa syak bahwa tak ada satu makhluk pun dapat memberi manfaat dan mudharrat terkecuali dengan izin Allah, lalu mereka mengatakan bahwa makhluk hidup bisa memberi manfaat, dan yang mati mustahil?, lalu dimana kesucian tauhid dalam keimanan mereka? Tak ada perbedaan dari yang hidup dan yang mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin Allah.., yang hidup tak akan mampu berbuat terkecuali dengan izin Allah, dan yang mati pun bukan mustahil memberi manfaat bila dikehendaki Allah. karena penafian kekuasaan Allah atas orang yang mati adalah kekufuran yang jelas.

Ketahuilah... bahwa tawassul bukanlah meminta kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi berperantara kepada keshalihan seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah, sesekali bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah, yang telah memilih orang tersebut hingga ia menjadi shalih, hidup atau mati tak membedakan Qudrat ilahi atau membatasi kemampuan Allah, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah tetap abadi walau mereka telah wafat.

Contoh lebih mudah, anda ingin melamar pekerjaan, atau mengemis, lalu anda mendatangi seorang saudagar kaya, dan kebetulan mendiang tetangga anda yang telah wafat adalah abdi setianya yang selalu dipuji oleh si saudagar, lalu anda saat melamar pekerjaan atau mungkin mengemis pada saudagar itu, anda berkata: “Berilah saya tuan.. (atau) terimalah lamaran saya tuan, saya mohon.. saya adalah tetangga dekat fulan, nah.. bukankah ini mengambil manfaat dari orang yang telah mati?, bagaimana dengan pandangan bodoh yang mengatakan orang mati tak bisa memberi manfaat?, jelas-jelas saudagar akan sangat menghormati atau menerima lamaran pekerjaan anda, atau memberi anda uang lebih, karena anda menyebut nama orang yang ia cintai, walau sudah wafat, tapi kecintaan si saudagar akan terus selama saudagar itu masih hidup?, seandainya ia tak memberi pun, namun harapan untuk dikabulkan akan lebih besar, lalu bagaimana dengan Arrahman Arrahiim, Yang Maha Pemurah dan Maha Menyantuni? dan tetangga anda yang telah wafat tak bangkit dari kubur dan tak tahu menahu tentang lamaran anda pada si saudagar kaya,
NAMUN ANDA MENDAPAT MANFAAT BESAR DARI ORANG YANG TELAH WAFAT.

Entah apa yang membuat pemikiran mereka sempit hingga tak mampu mengambil permisalan mudah seperti ini. Firman Allah : “MEREKA ITU TULI, BISU DAN BUTA DAN TAK MAU KEMBALI PADA KEBENARAN”. [QS. Albaqarah: 18]. Wahai Allah beri hidayah pada kaumku, sungguh mereka tak mengetahui.

Wallahu a'lam...

[Oleh: Guru Mulia Kita Al Marhum Habib Mundzir Al Musawa, Pada 27 April 2006]