BTemplates.com

Selamat Datang Di Website Majelis Al-Badar, Komunitas Online Para Pecinta Rasulullah...

Selasa, 17 Oktober 2017

Guru Mulia Habib Mundzir bin Fuad Al-Musawa, Bagian 2


Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa (lahir di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, 23 Februari 1973 - wafat di Jakarta , 15 September 2013 pada umur 40 tahun) beliau adalah dikenal sebagai pimpinan Majelis Rasulullah yang dakwahnya menjangkau berbagai wilayah di Indonesia, beberapa wilayah nusantara dan dunia. Dakwahnya yang menyentuh berbagai kalangan menjadikan ia banyak dicintai oleh Ummat Islam terutama di wilayah Jabodetabek dan di Nusantara.

Habib Mundzir adalah murid yang begitu disayangi oleh gurunya Habib Umar bin Hafidz, sedangkan kalangan pemuda muslim yang mengenalnya tidak jarang menjadikan beliau sebagai panutan ataupun idola dalam mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW.

Dakwahnya di Indonesia juga tercatat sering di hadiri tokoh-tokoh nasional seperti Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, Suryadharma Ali, Fadel Muhammad, Fauzi Bowo dan lain-lain.

Nasab
Mundzir bin Fuad bin Abdurrahman bin Ali bin Abdurrahman bin Ali bin Aqil bin Ahmad bin Abdurrahman bin Umar bin Abdurrahman bin Sulaiman bin Yaasin bin Ahmad Al-Musawa bin Muhammad Muqallaf bin Ahmad bin Abubakar Assakran bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi Al-Ghayur bin Muhammad al-Faqih Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali' Qasim bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa Ar-Rumiy bin Muhammad Annaqib bin Ali Al-Uraidhiy bin Ja'far Asshadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin
Husein bin Fatimah az-Zahra Putri Rasulullah SAW

Lahir
23 Februari 1973 M bertepatan 19 Muharram 1393 H di Cipanas, Wafat 15 September 2013 M (umur 40) bertepatan 10 Zulqaidah 1434 H di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta

Sebab wafat
Asma, Serangan jantung

Dimakamkan
di TPU Habib Kuncung, Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan

Kebangsaan
Indonesia

Etnis
Arab, suku Quraisy, bani
Hasyimiyah

Jabatan
Ulama, Da'i, Pemimpin Majelis Rasulullah SAW

Mazhab Fiqih
Mazhab Syafi'i

Istri
Syarifah Khadijah Al-Juneid

Keturunan
1. Fathimah al-Musawa
2. Muhammad al-Musawa
3. Hasan al-Musawa

Orang tua
Al-Habib Fuad bin Abdurrahman al-Musawa

Masa kecil
Habib Mundzir adalah anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Fuad bin Abdurrahman al-Musawa dan Rahmah binti Hasyim al-Musawa. Masa kecilnya dihabiskan di daerah Cipanas, Jawa barat bersama-sama saudara-saudaranya, Ramzy Fuad al-Musawa, Nabiel al-Musawa , Lulu Fuad al-Musawa serta Aliyah Fuad al-Musawa.

Ayahnya lahir di Kota Palembang dan dibesarkan di Mekkah al-Mukarramah, setelah lulus pendidikan jurnalistik di New York University , Amerika Serikat, ayahnya kemudian bekerja sebagai seorang wartawan luar negeri selama sekitar 40 tahun, berawal dari harian Berita Yudha dan selanjutnya harian Berita buana. Pada tahun 1996 ayahnya wafat dan dimakamkan di Cipanas, Cianjur , Jawa Barat.

Habib Mundzir berkata "Saya adalah seorang anak yang sangat dimanja oleh ayah saya. Ayah saya saya selalu memanjakan saya lebih dari anaknya yang lainnya". Seusai menyelesaikan sekolah menengah atas (SMA), Habib Mundzir mulai mendalami Ilmu Syari'at Islam di Ma'had Assafaqah, yang ketika itu di pimpin Al-Habib Abdurrahman Assegaf, Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, lalu mengambil kursus Bahasa Arab di LPBA Assalafy Jakarta Timur, lalu memperdalam lagi Syari'ah Islamiyah di Ma'had al-Khairat,
Bekasi Timur.

Keilmuan Syari'ahnya kemudian lebih didalami di Ma'had Dar al-Musthafa, Tarim, Hadhramaut, Yaman, selama empat tahun, disana Habib Mundzir mendalami Ilmu Fiqih, Ilmu Tafsir Al-Qur'an, Ilmu Hadits, Ilmu Sejarah, Ilmu Tauhid, Ilmu Tasawuf, Mahabbaturrasul, Ilmu Dakwah, dan berbagai Ilmu Syari'ah lainnya.

Putus Sekolah
Dimasa baligh, beliau pernah putus sekolah, Mundzir muda lebih senang hadir majelis maulid Almarhum Al Arif billah Al-habib Umar bin Hud al-Attas, dan Majelis taklim kamis sore di Empang, Bogor, yang pada masa itu membahas kajian Fathul Baari oleh Al-Habib Husein bin Abdullah bin Muhsin al-Attas. Sementara pada masa yang hampir bersamaan saudara-saudara kandungnya berhasil membanggakan orangtua mereka dalam meraih prestasi wisuda. Hal ini mengundang kekecewaan kedua orangtua Mundzir muda.

Ayahnya pernah berkata "kau ini mau jadi apa?, jika mau agama maka belajarlah dan tuntutlah ilmu sampai keluar negeri, jika ingin mendalami ilmu dunia maka tuntutlah sampai keluar negeri, namun saranku tuntutlah ilmu agama, aku sudah mendalami keduanya, dan aku tak menemukan keberuntungan apa-apa dari kebanggaan orang yang sangat menyanjung negeri barat, walau aku sudah lulusan New York University, tetap aku tidak bisa sukses di dunia kecuali dg kelicikan, saling sikut dalam kerakusan jabatan, dan aku menghindari itu".

Menurut Habib Mundzir, itulah yang mendorong almarhum ayahnya lebih memilih hidup dalam kesederhanaan di cipanas, cianjur, Puncak, Jawa barat. Ayahnya (Al-Habib Fuad bin Abdurrahman al-Musawa) lebih senang menyendiri dari ibukota, membesarkan anak-anaknya, mengajari anak-anaknya mengaji, ratib, dan shalat berjamaah. Habib Mundzir merasa sangat mengecewakan kedua orangtuanya karena belum memiliki cita-cita yang pasti, dunia tidak akhiratpun tidak.

Mundzir muda selalu merindukan panutannya Rasulullah, Melewati masa-masa berat di awal kedewasaannya, yang didorong rasa bersalah sebab membuat ayahnya merasa malu karena pengangguran, sebagai seorang pemuda muslim, Mundzir muda mengisi sisa harinya dengan bershalawat 1000x siang 1000x malam, dzikir beribu kali, dan puasa nabi daud, dan shalat malam berjam-jam. Mundzir muda sangat mencintai Rasulullah, sering menangis merindukan Rasulullah dan sering dikunjungi Rasulullah dalam mimpinya.

"Rasulullah selalu menghibur saya jika saya sedih, suatu waktu saya mimpi bersimpuh dan memeluk lutut Rasulullah, dan berkata wahai Rasulullah aku rindu padamu, jangan tinggalkan aku lagi, butakan mataku ini asal bisa jumpa dg mu.., ataukan matikan aku sekarang, aku tersiksa di dunia ini,,, Rasulullah menepuk bahu saya dan berkata: mundzir, tenanglah, sebelum usiamu mencapai 40 tahun kau sudah jumpa dg ku.., maka saya terbangun..", kata Habib Munzir, 2010.

Menjadi Pelayan Losmen
Ketika ayahnya memasuki masa pensiun, ibunya membangun losmen kecil-kecilan berkapasitas 5 kamar di depan rumah untuk disewakan dalam memenuhi kebutuhan keluarga, disini Mundzir muda yang menjadi pelayan untuk losmen yang disewakan secara khusus bagi orang yang mereka anggap baik-baik yang membutuhkannya. Sebagai penjaga losmen pada lazimnya, setiap malam Mundzir muda jarang tidur, sedangkan masa berat yang sedang dilaluinya membuat Mundzir muda sering duduk termenung di kursi penerimaan tamu yang dengan meja kecil dan kursi kecil mirip pos satpam. Ia melewati malam demi malam menjaga dan melayani losmen milik keluarga, sambil menanti tamu, sambil tafakkur, merenung, melamun, berdzikir, menangis dan shalat malam.

Penyakit asma & Kursus Bahasa Arab
Dituturkan Habib Munzir bahwa siang hari ketika ia sedang puasa Nabi Daud, ia dilanda sakit asma yang parah, dan hal itu semakin membuat kedua orangtuanya kecewa, berkata ibunda "kalau kata orang, jika banyak anak, mesti ada satu yg gagal, ibu tak mau percaya pada ucapan itu, tetapi apakah ucapan itu kebenaran?". Mundzir muda terus menjadi pelayan di losmen keluarganya, menerima tamu, memasang seprei, menyapu kamar, membersihkan toilet, membawakan makanan dan minuman pesanan tamu, berupa teh, kopi, air putih, atau nasi goreng buatan ibunda jika dipesan tamu.

Sampai semua kakaknya lulus sarjana, kemudian ia tergugah untuk mondok di pesantren. Disini Mundzir muda memilih untuk berangkat ke pesantren asuhan Al-Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, akan tetapi hanya berlangsung sekitar dua bulan saja karena Mundzir muda merasa tidak betah dan sering sakit-sakitan yang disebabkan penyakit asmanya selalu kambuh, kemudian Munzir muda pulang.

Mendengar berita itu ayahnya semakin bertambah malu, ibunya semakin sedih, tidak lama kemudian Mundzir muda memutuskan untuk kursus bahasa arab di tempat kursus bahasa arab Assalafi, pimpinan Almarhum Al-Habib Bagir al-Attas, ayah dari Al-Habib Hud al-Attas yang sering hadir di Majelis Rasulullah di Masjid Raya Al Munawar, Pancoran, Jakarta Selatan. Habib Mundzir ketika itu pulang pergi jakarta-cipanas dengan waktu tempuh dalam 2-3 jam, setiap dua kali seminggu, dengan biaya perjalanan yang didapatkan dari penghasilan penyewaan losmen.

Habib Munzir juga selalu menghadiri maulid Al Arif Billah Al-Habib Umar bin Hud al-Attas yang saat itu di cipayung, walaupun harus menumpang dengan truk ataupun kehujanan.
Dimasa itu ia sering datang ke maulidnya malam jumat dalam keadaan basah kuyup, hingga suatu hari pernah diusir oleh pembantu rumah, karena karpet tebal dan mahal yang sangat bersih, menanggapi hal itu Habib Mundzir terpaksa berdiri saja berteduh dibawah pohon sampai hujan berhenti dan tamu-tamu berdatangan untuk bergabung dan duduk di luar teras saja karena baju basah dan takut dihardik sang penjaga.

Ziarah maka Husein bin Abubakar al-Aydrus Luar Batang
Suatu kali Habib Mundzir datang langsung dari cipanas untuk berziarah dan lupa membawa peci, dalam hatinya terbersit do'a "wahai Allah, aku datang sebagai tamu seorang wali Mu, tak beradab jika aku masuk ziarah tanpa peci, tetapi uangku pas-pasan, dan aku lapar, kalau aku beli peci maka aku tak makan dan ongkos pulangku kurang...", Dengan itu ia memutuskan untuk beranjak sejenak membeli peci yang termurah saat itu di emperan penjual peci dan memilih yang berwarna hijau.

Kemudian masuk berziarah, sambil membaca Surah Yasin untuk dihadiahkan pada almarhum, menangisi kehidupan yang penuh ketidaktentuan, mengecewakan orangtua, dan selalu lari dari sanak kerabat, karena tidak jarang menerima cemooh tentang kakak-kakaknya yang semua sukses, ayah lulusan Mekkah sekaligus New York University, sementara Mundzir Muda adalah centeng losmen.

Dalam renungannya ketika berziarah ia menyadari telah menghindari kerabat, lebaranpun jarang berani datang, karena akan terus diteror dan dicemooh. Dalam tangis itu berkata dalam hatinya, "wahai wali Allah, aku tamumu, aku membeli peci untuk beradab padamu, hamba yang shalih disisi Allah, pastilah kau dermawan dan memuliakan tamu, aku lapar dan tak cukup ongkos pulang...", ketika sedang merenung, diceritakan datanglah rombongan teman-teman beliau yang pesantren di Al-Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf dengan satu mobil, para santri itu senang berjumpa dengannya, kemudian ia ditraktir makan, seketika teringat olehnya berkah beradab di makam wali Allah.
Saat itu dituturkan, ada yang bertanya ia sedang dengan siapa dan mau kemana, ia menjawab dengan mengatakan sendiri dan mau pulang ke kerabat ibu di pasar sawo, Kebun Nanas, Jakarta Selatan.

Mendengar itu mereka berkata "ayo bareng saja, kita antar sampai kebon nanas", maka Habib Mundzir semakin bersyukur, karena memang ongkosnya saat itu tidak akan cukup jika pulang ke cipanas, larut malam sampai di kediaman bibi dari Ibunya, di pasar sawo, Kebun Nanas, Jakarta Selatan, lalu esoknya ia diberi uang cukup untuk pulang, kemudian pulang ke cipanas. Sembari berdo'a "wahai Allah, pertemukan saya dengan guru dari orang yg paling dicintai Rasul".

Kunjungan Guru Mulia
Selang beberapa waktu setelah ziarah, kemudian ia masuk pesantren Al-Habib Nagib bin Syeikh Abubakar di Bekasi Timur, ia selalu menangis dan berdo'a kepada Allah dan rindu kepada Rasulullah dan meminta untuk dipertemukan dengan guru yang paling dicintai Rasulullah saat mahal qiyam maulid, dalam beberapa bulan kemudian datanglah Guru Mulia Al Musnid Al Allamah Al Habib Umar bin Hafidz ke pondok itu, kunjungan pertama ia yaitu pada 1994.

Habib Mundzir bercerita "selepas ia menyampaikan ceramah, ia melirik saya dengan tajam, saya hanya menangis memandangi wajah sejuk itu, lalu saat ia sudah naik ke mobil bersama almarhum Alhabib Umar maula khela, maka Guru Mulia memanggil Habib Nagib Bin Syeikh Abubakar, Guru mulia berkata bahwa ia ingin saya dikirim ke Tarim Hadramaut, Yaman untuk belajar dan menjadi muridnya".

"Guru saya Habib Nagib bin Syeikh Abubakar mengatakan saya sangat belum siap, belum bisa bahasa arab, murid baru dan belum tahu apa apa, mungkin ia salah pilih..?.Maka guru mulia menunjuk saya. Itu.. anak muda yang pakai peci hijau itu..!, itu yang saya inginkan. Maka Guru saya Habib Nagib memanggil saya untuk jumpa ia, lalu guru mulia bertanya dari dalam mobil yang pintunya masih terbuka: siapa namamu?, dalam bahasa arab tentunya, saya tak bisa menjawab karena tak paham, maka guru saya Habib Nagib menjawab: kau ditanya siapa namamu..!, maka saya jawab nama saya, lalu guru mulia tersenyum..", kisah Habib Mundzir.

Keesokan harinya Habib Mundzir berjumpa lagi dengan Al-Habib Umar bin Hafidz di kediaman Almarhum Al-Habib Bagir al-Attas, saat itu banyak para Habaib dan
Ulama mengajukan anaknya dan muridnya untuk bisa menjadi murid Al-Habib Umar bin Hafidz. Berkata Habib Mundzir "maka guru mulia mengangguk angguk sambil kebingungan menghadapi serbuan mereka, lalu guru mulia melihat saya dikejauhan, lalu ia berkata pada Habib Umar Maula Khela: itu.. anak itu.. jangan lupa dicatat.., ia yang pakai peci hijau itu..!, guru mulia kembali ke Yaman, sayapun langsung ditegur guru saya Habib Nagib bin Syeikh Abubakar, seraya berkata: wahai Mundzir, kau harus siap-siap dan bersungguh sungguh, kau sudah diminta berangkat, dan kau tak akan berangkat sebelum siap..".

Berangkat ke Tarim
Dua bulan setelah pertemuan dengan Al-Habib Umar bin Hafidz, datanglah Al-Habib Umar Mulakhela ke pesantren dan menanyakan Habib Mundzir, Al-Habib Umar Maula Khela berkata pada Al-Habib Nagib: "Mana itu Mundzir, anaknya Al-Habib Fuad al-Musawa? Dia harus berangkat minggu ini, saya ditugasi untuk memberangkatkannya".

Saat itu Habib Nagib berkata: "saya belum siap". Namun Al-Habib Umar Maula Khela dengan tegas menjawab: "Saya tidak mau tahu, namanya sudah tercantum untuk harus berangkat, ini permintaan Al-Habib Umar bin Hafidz, ia harus berangkat dalam dua minggu ini bersama rombongan pertama".

Kemudian Habib Mundzir bergegas mempersiapkan paspor dan lain-lainya. Ayahnya sempat keberatan dan berkata: "Kau sakit-sakitan, kalau kau ke Mekkah ayah tenang, karena banyak teman disana, namun ke Hadhramaut itu ayah tak ada kenalan, disana negeri tandus, bagaimana kalau kau sakit? Siapa yang menjaminmu ?". Menanggapi hal ini Habib Mundzir mengadukannya kepada Al-Arif Billah Al-Habib Umar bin Hud al-Attas, yang saat itu sudah sangat sepuh dan kemudian berkata: "Katakan pada ayahmu, saya yang menjaminmu, berangkatlah". Setelah mendengar nasihat Al Habib Umar bin Hud al-Attas, Habib Mundzir menemui ayahnya, namun hanya diam, hatinya berat melepas keberangkatan Habib Mundzir.

Habib Mundzir di Tarim
Ketika berada di Tarim, Hadhramaut, Yaman, pernah terjadi perang Yaman Utara dan Yaman Selatan, hal ini memicu kekurangan pasokan makanan, matinya listrik, semua pelajar ketika itu menempuh perjalanan untuk taklim dengan jarak sekitar 3-4 km. Dua tahun kemudian setelah di Yaman, ketika menuntut ilmu di Dar al-Musthafa, pesantren yang di asuh oleh Al-Habib Umar bin Hafidz, dikabarkan bahwa ayahnya sakit dan menelepon dengan berkata: "Kapan kau pulang wahai anakku..? Aku rindu..?", Habib Mundzir menjawab: "Dua tahun lagi insya Allah ayah", Ayahnya menjawab: "duh...masih lama sekali", Tiga hari berselang ayahnya dikabarkan wafat.

Kembali Ke Jakarta & Mulai Berdakwah
Habib Munzir kembali ke Indonesia pada tahun 1998, dan mulai berdakwah sendiri di Cipanas. Namun karena kurang berkembang, ia memindahkan dakwahnya ke Jakarta pada Majelis Malam Selasa yang bermula enam orang, dengan mengunjungi rumah-rumah murid sekaligus teman, murid-muridnya lebih tua darinya, dan berasal dari kalangan awam. Ketika kemudian dimulai Maulid Dhiyaul lami' jama'ah semakin banyak, selanjutnya majelis mulai berpindah-pindah dari musholla ke musholla, semakin terus bertambah banyak, maka mulailah majelis dari masjid ke masjid.

Sehingga Habib Mundzir mulai membuka majelis di malam lainnya dan menetapkannya di Masjid Al-Munawwar. Majelis semakin berkembang hingga mulai membutuhkan kop surat, undangan dan sebagainya. Semenjak itu mulai muncul ide pemberian nama, para jama'ahnya mengusulkan memberikan nama Majelis Habib Mundzir, namun ia menolak lantas menetapkan nama Majelis Rasulullah.

Dakwahnya Habib Mundzir semakin meluas hingga jutaan jamaah yang menyentuh semua kalangan dari berbagai wilayah, mulai dari Jabodetabek, Jawa Barat, Banten,Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali,Mataram, kalimantan, Sulawesi, Papua, Singapura, Malaysia, hingga sampai ke Jepang.

Adapun guru-guru beliau antara lain:
  • Habib Umar bin Hud Al-Athas (cipayung)
  • Habib Aqil bin Ahmad Alaydarus
  • Habib Umar bin Abdurahman Assegaf
  • Habib Hud Bagir Al-Athas
  • Al Ustadz Al-Habib Nagib bin Syeikh Abu Bakar (Pesantren Al-Khairat)
  • Al Imam Al Allamah Al Arifbillah Al Hafidh Sayyidi Syarif Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim (Rubath Darul Mustafa, Hadramaut)
  • Al-Allamah Al-Arifbillah Al-Habib Salim Asy-Syatiri (Rubath Tarim)
  • Al Imam Al Allamah Al Arifbillah Al Muhaddits Assayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki (Makkah Al Mukarramah).
Dan yang paling berpengaruh didalam membentuk kepribadian beliau adalah Guru mulia Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Arifbillah Sayyidi Syarif Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim.

Kewafatan Habib Mundzir
Menurut penuturan anak kedua dari Habib Mundzir, pada hari Minggu sebelum meninggalnya ayah, dirumah mereka sedang ramai dikarenakan ada pengajian Majelis Nisa Rasulullah. Beberapa saat keluarga sempat mencari-cari Habib Mundzir karena tidak diketahui sedang dimana, sementara sandal dan mobilnya masih ada dirumah. Ketika pintu kamar mandi diketuk dan tidak ada sahutan, akhirnya pintu di dobrak dan ditemui Habib Mundzir sudah tidak sadarkan diri.

Habib Mundzir pun dilarikan ke Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), berselang dua jam kemudian, dan setelah menjalani pemeriksaan medis kata dokter ia telah tiada, Menurut penuturan kerabatnya, Habib Mundzir meninggal karena serangan jantung, Kabar Meninggalnya Habib Mundzir menyebar dengan cepat ke berbagai penjuru Indonesia, salah satu sumber beritanya adalah akun twitter kakaknya Al-Habib Nabiel Al-Musawa.

Habib Mundzir yang memiliki penyakit asma kronis sejak kecil dan sering keluar-masuk rumah sakit. Pada Juni tahun 2012 Habib Mundzir pernah rebah tidak berdaya diruang opname Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta dengan mesin deteksi jantung disampingnya. Berdasarkan berita pada situs resmi Majelis Rasulullah, bertanggal 20 Juni 2012 bahwa semalam sebelumnya, yakni pada 19 Juni 2012 Habib Mundzir keluar dengan paksa dan memaksakan dirinya untuk berangkat ke majelis, yang ternyata majelis itu teramat jauh, berkisar 1 jam dari ujung tol Cikampek, 200 km jarak tempuh diperkirakan pergi dan pulang, habib sangat kelelahan dan sangat tidak menyangka jarak majelis sejauh itu. Ditanggal 20 Juni 2012 ia selesai melaksanakan operasi Jantung esoknya hari kamis ia keluar paksa dari RSCM karena “Suatu Hal”.

Sebelum meninggal, Habib Mundzir juga pernah dioperasi karena ada cairan di perutnya. Penyakit tersebut sempat menganggu aktivitas Habib Mundzir dalam berdakwah. Meskipun sedang dirundung rasa sakit, soal urusan dakwah, Habib Mundzir, menurut kakaknya Nabiel, tidak pernah memikirkan sakitnya.

Ucapan Belasungkawa Guru Mulia Habib Umar bin Hafidz:
"Alhamdulillah.. inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Yaa Allah berilah pahala dalam musibah yg menimpa kami dan gantikanlah buat kami yg lebih baik darinya. Allah berhak mengambil, memberi dan segala sesuatu di sisi Allah memiliki waktu atau ajal. Mata menangis, hati sedih dan tidak kami ucapkan kecuali yg Allah ridho.. Segala puji bagi Allah yg tidak di puji atas kejelekan selainnya, shalawat serta salam atas hambanya Nabi kita Muhammad yg di turunkan atasnya ( ﺇﻧﻚ ﻣﻴﺖ ﻭﺇﻧﻬﻢ ﻣﻴﺘﻮﻥ ) sesungguhnya engkau akan mati begitu juga mereka, Yaa Allah berikanlah rahmat, selamatkan, mulyakan dan berkahilah atas manusia pilihan Muhammad beserta keluarga, shahabat, orang-orang yg berjalan di jalannya dan yg masuk di kelompoknya serta mengambil minum darinya, bersama mereka atas kami dan saudara kami yg selalu mencari ridhomu, kedekatan kepadamu, yg berusaha selalu memberi kemanfaatan kepada para manusia, seseorang yg engkau jadikan Yaa Allah banyak kebaikan terbuka dan terlaksana karna sebabnya dalam menyatukan hati atasmu, mengajak banyak orang takut, cinta dan taat kepadamu dan kepada rasulmu Muhammad, Assayyid mundzir bin fuad al-musawa Yaa Allah tinggikan derajatnya, banyakkan pahalanya, lipatkanlah kebaikannya dan gantikan untuk kita dan orang-orang yg berilmu, mengamalkan dan mengajak kepadamu serta penduduk indonesia begitu juga untuk muslimin, muslimat dan ummat dengan sebaik-baiknya pengganti yaa arhamar rahimiin wa yaa akramal akramiin. Bersambung sayyid mundzir dengan rahasia menyambut Allah sejak kecil dan dia termasuk yg pertama datang ke darul musthofa di tareem, termasuk yg sungguh-sungguh, berpakaian dengan selimut cinta dan Allah menyiapkannya untuk memberikan kemanfaatan yang banyak untuk hambanya.." - Habib Umar.
[Halaman Facebook Habib Umar , 2013]

Meninggalnya Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa mengejutkan banyak pihak. Ucapan belasungkawa datang dari berbagai kalangan, mulai dari ulama, pejabat, tokoh dan tentu saja jamaah setianya. Presiden SBY pun menyempatkan diri menyambangi rumah duka, di Komplek Liga Mas, Jalan Cikoko Barat II, dan menyampaikan rasa belasungkawa yang dalam kepada keluarga almarhum. SBY datang sekitar pukul 09.40 WIB, disambut keluarga almarhum Habib Mundzir dan langsung ke ruang tamu dimana jenazah disemayamkan. Sekitar 20 menit berta'ziyah, SBY pun mengungkapkan rasa belasungkawanya kepada keluarga beserta jamaah Majelis Rasulullah.

"Ketika beberapa kali memperingati Maulid Nabi saya bersamanya. Dia seorang ulama muda, arif, bijaksana sesuai dengan Indonesia religius, juga menginginkan Islam yang islami, membawa keteduhan tutur katanya, mencintai keadilan, serta kaum dhu'afa, menegakkan amar ma'ruf nahi munkar, dan Islam untuk semesta alam".- [Presiden SBY, 2013]

Dalam sambutannya, SBY mengatakan sangat berduka dengan meninggalnya Habib Mundzir. SBY mengatakan bahwa selama hidup Habib Mundzir mempunyai pandangan yang jernih. Almarhum juga kerap memberikan nasihat yang sangat membekas. SBY mengenal almarhum sebagai sosok muda yang bijaksana.

Lebih jauh, SBY pun meminta kepada jemaah untuk mendoakan agar keluarga Habib Mundzir diberikan kekuatan menghadapi cobaan ini. Selain SBY, tampak juga sejumlah tokoh yang melayat ke rumah duka. Mereka antara lain, Menteri Agama Suryadharma Ali, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, Ketua DPR RI Marzuki Alie, H.Rhoma Irama dan mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Fadel Muhammad, Menakertrans Muhaimin Iskandar dan koleganya, Menteri PDT Helmy Faishal Zaini.

Ribuan jamaah berdatangan ke rumah duka almarhum Habib Mundzir al-Musawwa di kompleks liga mas, Pancoran, Jakarta Selatan, pada hari Minggu, 15 September 2013. Arus lalu lintas menuju rumah duka di kompleks Liga Mas sempat mengalami kemacetan. Jalan Raya Pasar Minggu mulai dibanjiri manusia dan menyebabkan arus lalu lintas tersendat.Antrian kendaraan mengular hingga ke jalan MT Haryono arah Pancoran. Selain itu, kemacetan juga disebabkan, karena banyaknya pelayat yang memarkir motornya di Masjid Al Munawwar, yang berdekatan dengan rumah duka.

"Berkali-kali dia sering bertemu dengan saya. Ia mengatakan bahwa saya ini dipanggil oleh Allah pada umur 40 tahun, saya bilang jangan bilang seperti itu habib, umat ini masih banyak, antum masih diperlukan oleh jutaan umat, di luar dugaan saya, kemarin diberitahukan ia meninggalkan kita semua. Tapi spirit ia harus kita jaga bersama. Dan semangatnya harus kita teruskan, kita harus jaga terus agar majelis ini betul-betul meneruskan semangatnya".— Fadel Muhammad, 2013.

Sebelum dikebumikan, jenazah Habib Mundzir disemayamkan di Masjid Al-Munawwar sebelum akhirnya dibawa ke masjid di TPU Habib Kuncung, Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan untuk dishalatkan secara berjamaah oleh ribuan jamaah Majelis Rasulullah yang dipimpin Al-Habib Nagib bin Syekh Abu Bakar.

Habib Mundzir dimakamkan di pemakaman umum Habib Kuncung di Kalibata pada hari Senin 16 September 2013 sekitar jam 13:00 WIB.

ان الله يغفر له ويرحمه ويعلى درجته فى الجنّة، وينفعنا بعلومه وأسراره وأنواره وبركته فى الدين والدنيا والآخرة، آمين

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Maaf, jika anda berkomentar tolong sertakan nama dan alamat apabila anda pakai "anonymous" (tanpa identitas), terima kasih...