BTemplates.com

Selamat Datang Di Website Majelis Al-Badar, Komunitas Online Para Pecinta Rasulullah...

Kamis, 19 Oktober 2017

Guru Mulia KH. Muhammad Iskandar


Kelahiran dan masa kecil
KH. Muhammad Iskandar Umar dilahirkan pada hari kamis 10 November 1956. Beliau adalah putra petani biasa, hampir tak ada yang istimewa kalau di lihat dari nasab beliau. Hanya saja kakek beliau yang terkenal kaya raya itu suka menolong dan dermawan. Beliau sendiri sedari kecil sudah mendapat pengajaran agama dan sempat menamatkan Madrasah Ibtidaiyah di desa itu.

Masa Belajar di Lirboyo dan Kehidupannya
Setamat dari Madrasah Ibtidaiyah, beliau masih sangat kecil, hingga ibunya berniat menunda mondok hingga tamat SMP saja. Memang benar di sana beliau tidak bisa menimba air dengan timba yang besar itu. Berbekal ketawakkalan semua cobaan beliau hadapi tanpa rasa putus asa bahkan berpacu terus dalam menangkis berbagai macam rintangan yang menghadang.

Mulailah beliau menekuni ilmu pada KH. Marzuki (Almarhum) dan guru-guru lainnya. Tak di hiraukan lagi betapa jauh perbedaan hidup di pesantren bila di banding di rumah. Kalau waktunya makan, beliau paksakan walau rasanya ingin muntah, ikan asin yang dulunya melihat saja jadi pusing setelah di pesantren semua jadi tak asing. Di sana beliau termasuk santri yang tekun, salah satu bukti dalam waktu lima belas hari sudah berhasil menghafal imriti. Suatu ketika beliau di utus oleh Gus Kholil Ya’kub mengaji Ihya’, semula merasa takut dan sungkan sebab pengajian itu di peruntukkan untuk ustadz-ustadz tapi karena perintah guru, akhirnya beliau ikuti dengan ikhlas.

Prinsip yang beliau pakai adalah “menjalankan sesuatu dengan ikhlas, istiqomah dan tawadhu’ pada guru”. Seperti dalam sholat jama’ah terutama dalam masalah belajar kemana dan dimanapun berada kitab dan buku selalu aktif sebagai teman duduknya. Di rumahpun prinsip itu diterapkan juga. Saking senangnya dengan kitab-kitab, suatu waktu ke Ampel membeli kitab besar-besar meskipun belum dapat membacanya. Karena kelebihan itulah beliau banyak di senangi teman-teman dan guru-gurunya, sehingga banyak teman yang suka bergaul dengan beliau namun beliau selektif memilihnya.

Setelah menginjak dewasa beliau terserang penyakit kudis yang tak kunjung kikis, beliau begitu tabah menghadapinya hingga tak beranjak dari tempat tinggalnya. Setelah tamat Tsanawiyah 4 tahun beliau di angkat menjadi bendahara. Saat menghitung uang, sepertinya hilang Rp 50.000, lantas izin pulang untuk mintak ganti pada kakeknya, dirumah langsung di kasih uang sebesar itu. Setelah memperoleh uang beliau langsung bertolak ke pesantren lagi. Sesampai disana uang dihitung lagi ternyata sudah betul hanya terselip. Maka ketika itu pula beliau pulang lagi untuk mengembalikan uang dari kakek tersebut. Namun karena kejujurannya, kakek menolak bahkan menghadiahinya Rp. 30.000.

Setelah enam tahun menyelesaikan pendidikan di lirboyo dan di tambah ber khidmah pada pesantren selama 2 tahun, timbulah keinginan untuk menambah ilmu ke Timur Tengah. Beliau yakin, keinginan itu baik dan benar maka sebanyak apapun halangan beliau berprinsip untuk menjalaninya.

Sebelumnya kakek beliau sudah mempersiapkan “Jodoh” dari keturunan Arab-India dan akan mengajarinya berdagang dengan di bekali mobil sedan yang ketika itu masih jarang di miliki orang. Akan tetapi beliau tidak tahu menahu tentang wanita cantik dan tidak pula tergiur dengan mobil sedan tersebut. Akhirnya berangkatlah beliau ke Arab Saudi.

Masa Menuntut Ilmu Di Makkah Al-Mukarramah
Di tempat Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki (Abuya) semua fasilitas terpenuhi, tapi dengan syarat waktu sepenuhnya hanya untuk belajar. Sebelum beliau mengaji di Abuya, banyak sekali liku-liku yang beliau jalani. Beliau terjebak oleh teman-teman asal Indonesia yang sudah lebih dulu mukim disana, yakni beliau diajak bekerja seperti tukang cor. Memang sangat besar gajinya bekerja seperti itu tapi sepertinya tiada berkah sedikitpun.

Setelah resmi jadi santri Abuya beliau begitu tekun dan istiqomahnya sehingga suatu saat beliau di uji keikhlasannya yakni di utus oleh Abuya untuk membagikan roti pada fakir miskin. Sepintas tugas seperti itu ringan jika dilakukan di Indonesia sebab dimana-mana orang miskin selalu ada. Namun di sana yang ada hanyalah rumah mewah dan gadung-gedung menjulang tinggi sehingga sulitlah mencari orang fakir. Sekali lagi karena beliau berniat berkhidmah, maka hal itu di jalaninya dengan hati ikhlas walaupun setelah membagi roti, pengajian kitab sunan turmudzi pada abuya tinggal “Al-Fatihah”, bubar. Selama disana beliau menjalani haji empat kali yang sebelumnya beliau sudah pernah haji sekali pada tahun 1974 saat masih di Lirboyo. Dari situlah beliau mulai masyhur dengan sebutan Haji Iskandar.

Rencana belajar di Abuya 8 tahun, hanya dapat beliau jalani 2,5 tahun, dan terjebak bekerja 2 tahun jadi disana hanya 4,5 tahun. Kepulangan beliau bukan karena kangen atau bosan, tapi semata-mata hanyalah di sebabkan perintah Abuya, hingga Abuya mengharamkan mukim di Makkah selamanya, kecuali pergi haji lagi.

Berhubung iqomah (KTP) beliau di tanggung oleh Syekh Yasin Al-Fadani maka beliau sowan kesana. Sebelum beliau matur (bicara), Syekh Yasin sudah mengisyarah dengan pertanyaan "kau tahu KH. Hasyim Asy’ari?, KH. Faqih Mas Kumambang?, KH. Wahab Hasbulloh?, KH. Ma’shum Lasem?, KH. Baidhowi Lasem?, KH. Mahfudz Termas ?"
Dari pertanyaan itu mantaplah hati beliau, sebab Syekh Yasin begitu tajam dan tanggap terhadap urusan beliau. Yang semula mau mengadu tentang kegundahan hatinya sebab di suruh pulang, dengan isyarah itulah beliau tinggal manggut-manggut tanda setuju.

Pernikahan dan Perjuangan
Setiba beliau di desa kelahirannya tak lama kemudian Sayid Muhammad Al-Maliki (Abuya) berkunjung ke Malang kemudian beliau sowan kesana dan di lempar kaset. Isi kaset tersebut sangat cocok dengan maksud perintah Abuya pulang ke Indonesia yaitu “PERJUANGAN”. Dua hal tersebut, perintah dan isi kaset sebetulnya sangat langkah dan sangat menggembirakan. Namun di tengok dari sisi lain, ada tantangan yang sangat berat, sebab desa ini sudah menunjukkan kebejatan moral yang mana disana-sini nampak pemandangan yang kurang sopan jika di teropong dengan kaca mata iman. Mulailah beliau membenahi desanya sambil mengajar di Surabaya atas perintah Abuya dan mengajar di mushollanya sendiri dengan satu-tiga santri dari daerah sekitar.

Pada langkah pertama, mulailah terpikir oleh beliau yang mulai di panggil ustadz ini untuk mencari pendamping sebagai teman berjuang. Sebenarnya banyak sekali calon-calon mertua yang ingin mengambil calon menantu pada ustadz, tapi setelah istikhoroh dan pertimbangan dengan KH. Idris Marzuki dan Abuya, maka terpilihlah gadis Hafidzah putri dari KH. Mustofa dari Wadung Asri - Waru - Sidoarjo yang bernama Umi Habibah dan di nikahkan langsung oleh Abuya di Waru Sidoarjo pada hari Kamis 27 Oktober 1983 / 20 Muharrom. Dengan dihadiri oleh teman-teman beliau Abna Abuya dari beberapa propinsi di Indonesia. Sambil berjalan beliau berdua merintis perjuangan di tanah kelahiran beliau di mulai dari nol bukan warisan. Mulailah dari bangunan musholla kecil di tambah ruangan tamu bekas gudang, beliau bikin kamar triplek dan gedhek (anyaman bambu) buat pemukiman santri.

Awal tahun 1985 santri mulai berdatangan hingga kini sudah dapat menampung lebih dari seribu santri putra-putri mukimin. Agar perjuangan pesantren ini bisa mencapai puncaknya kini sudah banyak di persiapkan kader-kader penerus baik dari kalangan keluarga sendiri maupun santri-santri. Cita-cita beliau, hendaklah setiap santri mampu dan mau berjuang dimana saja untuk mengisi dan memenuhi kekurangan yang ada. Di antara kader-kader tersebut yaitu munculnya beberapa Pondok Pesantren cabang, yang sampai sekarang berjumlah lebih dari 100 cabang yang berada di wilayah Jawa Timur sampai luar Jawa.

Diantara guru-guru beliau

Di Makkah Al-Mukarramah:
  • Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki
  • Syaikh Muhammad Yasin bin 'Isa Al-Fadani
  • Syaikh Abdullah bin Ahmad Dardum
  • Syaikh Abdullah bin Sa'id Al-Lahji Al-Hadhrami
  • Syaikh Hasan bin Muhammad Massyath
Di Lirboyo Kediri:
  • KH. Marzuki Dahlan
  • KH. Mahrus 'Ali
  • KH. Kholil Ya'qub
Beliau KH. Muhammad Iskandar Umar wafat pada hari Minggu tanggal 19 September 2010 dan dimakamkan di area PP. Darul Falah "Pusat", yang berada di Bendomungal, Sidorejo, Krian, Sidoarjo, Jawa Timur.

ان الله يغفر له ويرحمه ويعلى درجته فى الجنّة، وينفعنا بعلومه وأسراره وأنواره وبركته فى الدين والدنيا والآخرة، آمين

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Maaf, jika anda berkomentar tolong sertakan nama dan alamat apabila anda pakai "anonymous" (tanpa identitas), terima kasih...