BTemplates.com

Selamat Datang Di Website Majelis Al-Badar, Komunitas Online Para Pecinta Rasulullah...

Sabtu, 07 Oktober 2017

Menafkahi Keluarga

Hamdan li Robbin Khosshona bi Muhammadin, Wa anqodznaa bi dzulmatil jahli waddayaajiri, Alhamdulillahilladzii hadaanaa, bi ‘abdihilmukhtaari man da’aanaa, ilaihi bil idzni waqod naadaanaa, labbaika yaa man dallanaa wa hadaanaa, shollallahu wa sallama wa baarok’alaihi wa’ala aalih

Limpahan Puji Kehadirat Allah Yang Maha menerbitkan matahari yang terbit dimuka bumi, Maha menerbitkan matahari risalah dalam kehidupan hamba-hamba Nya, Maha menerbitkan matahari khusyu didalam jiwa hamba-hamba Nya yang beriman. Ketika mereka telah termuliakan dengan kalimat Tauhid dengan Laa ilaaha illallah maka siaplah jiwa mereka menerima cahaya keagungan Ilahi, tentunya akan terbit dan bangkit dengan Iqtida (titian) dan panutan mereka kepada Sayyidina Muhammad.

Maka terbitlah matahari khusyu' dan kesejukan jiwa dalam sanubari mereka, menerangi hari-hari mereka untuk menghindari kehinaan, dan selalu terbimbing kedalam keluhuran dan kemuliaan, Membuat jiwa mereka menuntun hari-hari mereka dalam budi pekerti yang indah, karena (jika) jiwa ini telah sempurna dan sanubari ini telah sempurna maka akan benar dan baiklah seluruh tubuhnya. Panca indranya akan dituntun oleh jiwa dan sanubarinya yang terang benderang ini kepada perbuatan yang mulia sehingga langkah-langkahnya selalu ingin yang mulia disisi Allah, Demikian perbuatannya, demikian siang dan malamnya, jadilah hari-harinya selalu indah karena didalam jiwanya terdapat matahari khusyu', terang benderang dengan cahaya Allah “Annur” Yang Maha Bercahaya, Hubungan antara jiwa dan sanubari dengan Sang Pemiliknya (pemilik jiwa: Allah) dan (yang Dia spula) Sang Pemilik Keabadian, Sang Pemilik Kebahagiaan, Sang Pencipta Keluhuran, Sang Pencipta Alam semesta dari ketiadaan,

Hubungan antara kita dengan Allah adalah dengan doa, inilah tali yang menyambungkan Al Khaliq dengan makhluk, Doa panggilan dan seruan menyebut nama Allah, Inilah hubungan antara kita dengan pencipta kita yang dari Nya lah terbuka semua kebahagian dalam kehidupan kita dan setelah kematian kita, Dan orang-orang terpilih dari zaman ke zaman selalu termuliakan dengan doa dan munajat, Ketika bermunajat Sayyidina Zakaria, Allah mengabadikan doanya dan munajatnya di Al Qur’annul karim, Allah menjelaskan betapa indanya jiwa Zakaria, Karena indah dan khusyu'nya jiwa Zakaria ini maka muncullah kalimat-kalimat indah dari bibirnya, Kalimat indah yang bermunajat kepada Yang Maha Indah dengan kerendahan hati dan puncak tawadhu' seorang Nabi dan Rasul kepada Allah, sebagaimana firman Nya: “Ingatlah rahmat yang Allah berikan kepada hamba Nya Zakaria”, yaitu Rahmat Ku yang Kuberikan kepada Zakaria ini mampu Kuberikan kepada seluruh hambaKu dan bukan hanya Zakaria. “Ketika dia menyeru kepada Tuhannya dengan seruan yang lembut“, khafiyyah berarti lembut dan tersembunyi, didalam dasar hatinya yang terdalam dia menyeru kepada Allah dengan jeritan hati tapi dengan ucapan yang lembut dan lirih kehadirat Allah, Rabbi... Alangkah indahnya kejadian dan perbuatan ini sehingga Kau ceritakan kepada kami betapa indahnya perbuatan Zakaria ini.

Kita lihat bagaimana doa Zakaria yang demikian indah “Rabbi inni wahanal ‘adhmu minniy, wasyta’alarra’su syaiban, walam akun bidu’aika rabbiy syaqiyya" [QS Maryam 2,3,4] Zakaria  ini meminta keturunan, itu yang diminta Zakaria tapi lihat keindahannya bermuamalah (muamalah: bergaul sopan) dan bercakap-cakap dengan Tuhannya yaitu Allah. “Rabbi inni wahana..”: wahai Allah sungguh tulang-tulangku ini sudah mulai rapuh, sudah tua renta, rambutku sudah memutih dan kulitku sudah semakin tua, maksudmu apa wahai Zakaria? Ia meneruskan lagi doanya “walam akun bidua’ika rabbiy syaqiyya”: “Tapi aku tidak akan dikecewakan berdoa kepadaMu wahai Tuhanku”. Aku tidak akan terhinakan dan terkecewakan dengan berdoa kepadaMu wahai Tuhanku, sirna sudah seluruh harapan selain Allah, Seorang hamba yang mengadu kepada pemilik Nya lebih dari seorang anak bocah yang mengadu kepada bundanya, demikian Zakaria mengadu kepada Allah, Mengadukan kelemahannya, jiwanya dan hatinya dan tubuhnya dan jasadnya yang demikian tua renta tetapi dia mempunyai harapan “walam akun bidua’ika rabbiy syaqiyya”“Tapi aku tidak akan terhinakan bila berdoa kepada Mu”. Disini bila kita ambil maknanya orang yang berdoa selalu dimuliakan Allah karena ini bukan ucapan Zakaria lagi, tapi sudah menjadi firman Allah, sebelumnya memang ucapan Zakaria tetapi setelah keluar dari kalamullah berarti ini sudah menjadi firmannya Allah “walam akun bidua’ika rabbiy syaqiyya” Tanamkan dalam jiwa kita ucapan-ucapan mulia ini ”Rabbi aku tidak akan terhinakan bila berdoa kepada Mu”.

Sangka baik seperti ini, Sangka mulia kepada Allah seperti ini, membukakan seribu gerbang kemuliaan karena Allah telah berfirman dalam Hadits Qhudsi riwayat Shahih Bukhari “Aku berada dalam persangkaan hambaKu”. Jika ia berkata “aku tidak akan terhina wahai Allah jika aku berdoa kepadaMu” maka Allah tidak akan menghinakannya, “aku tidak akan dikecewakan bila meminta kepadaMu” maka Allah tidak akan mengecewakannya selama jiwanya berbicara kepada Allah, selama hatinya bermuwajahah (berhadapan dan keluh kesah) kepada Allah, Lidah kita termuliakan dengan munajat, kedua tangan kita termuliakan dengan munajat akan tetapi awal dari dasar munajat adalah jiwa kita. Demikian Allah Maha Melihat apa yang ada didalam pemikiran kita, Sampailah kita di malam yang mubarakah (penuh keberkahan) ini, didalam setiap tubuh kita ini terdapat jiwa, sanubari, dan ruh yang kesemuanya Alhamdulillah termuliakan dengan kalimat Tauhid, Tidak ada disini yang menyembah selain Allah, Alhamdulillah telah berpadu ruh dan sanubari dan jasad orang-orang yang tidak menyekutukan Allah, salurkan cinta dalam sanubari kita kepada yang pantas untuk dicintai karena Allah, Dia mengumpulkan seseorang bersama dengan orang yang ia cintai, Sebagaimana Allah berfirman didalam Alqur’anul karim menceritakan kejadiaan istri Fir’aun yaitu Asiyah,

Asiyah istri Fir’aun siapa? Wanita musyrik penyembah selain Allah, menyembah Fir’aun, menyembah matahari. Dia adalah istri dari seorang suami yang berkata “ana rabbukumul a’la” Fir’aun yang berkata “akulah tuhan kalian yang maha tinggi” [QS Annazi'at 24] ini ucapan Fir’aun dan ini istrinya tentunya iapun sama dengan suaminya akan tetapi berbeda ternyata ketika ia mencintai hamba yang mencintai Allah, Ketika dikirimkan kepadanya bayi Musa, mengalir di danau, peti kayu yang berisi Nabi Musa maka Asiyah istri Fir’aun menemukannya dan membuka peti kayu, terlihatlah bayi Musa ini, ia pun berkata ini kecintaanku dan kesayanganku wahai suamiku Fir’aun, dipeluk bayinya Musa. Nabi Musa dalam pelukan Asiyah, pelukan wanita kafir musyrik akan tetapi cintanya kepada Nabi Musa mengangkat derajatnya dari kekufuran, kemusyrikan, Allah membimbingnya menjadi salah satu wanita termulia dari keturunan Adam, kenapa? Karena cintanya kepada Musa. Dari awalnya ia tidak mempunyai amal apa-apa, para Mufassir (ahli tafsir) menjelaskan ketika ia berkata “ini kecintaanku dan kebanggaan dan kesayanganku” [QS Alqashash 9], cinta sekali ia kepada Musa.

Setelah Musa tumbuh dewasa dan membawa ajaran Allah iapun beriman maka Allah angkat derajatnya Siti Asiyah menjadi salah satu wanita yang sejajar Sayyidatuna Maryam binti Imran , dengan Sayyidatuna Hajar istri Ibrahim dan wanita-wanita mulia lainnya, kenapa? Karena Allah menerangi jiwanya dengan Mahabbatullah, Ketika ia ditangkap dan dicambuk oleh Fir’aun untuk kembali kepada kekufuran, Asiyah berkata “semakin kau menyiksaku semakin rindu aku kepada Allah”, kenapa ia bisa mencapai derajat yang demikian tinggi? Diawali dengan cintanya kepada Musa as. Demikian pula Zulaikha wanita yang tergila-gila dengan Nabi Yusuf. Bagaimana keadaan Zulaikha ini? Zulaikha ini seorang yang kaya raya, ada orang bicara memuji Nabi Yusuf maka zulaikha memberinya harta, diberi perhiasan. Orang bawa syair pujian kepada Nabi Yusuf diberi harta, diberi perhiasan karena cintanya kepada Nabi Yusuf. Tapi tentunya seorang wanita musyrikah seorang wanita yang tidak beriman. Sebab perbuatannya inilah Nabi Yusuf masuk penjara mendapat fitnah tapi Allah tidak sirnakan cintanya. Di akhir ia berhasil menikah dengan Nabi Yusuf dan tidak cukup sampai disitu Allah bimbing ia kederajat yang lebih tinggi lagi, yaitu para ahli shiddiqqiyah, orang yang sangat tenggelam didalam cinta kepada Allah dalam ibadah, Setelah menikah dengan Nabi Yusuf diriwayatkan bahwa Zulaikha tenggelam dalam ibadah setiap malamnya. Sepanjang malam ia terus beribadah tidak pernah jumpa lagi dengan suaminya dimalam hari, di siang harinya berpuasa. Maka berkata Yusuf “wahai Zulaikha bertahun-tahun kau berjuang mendapatkanku dan menikahiku dan setelah menikah kau sibuk ibadah”, Zulaikha berkata “wahai suamiku Yusuf aku memang mencintaimu namun setelah aku menikah, maka Allah menuangi hatiku dengan Mahabbatullah (cinta pada Allah) sehingga aku lupa dengan semua kekasihku tenggelam didalam ibadah Allah”.

Kenapa bisa mencapai derajat ini? Karena ia mencintai Yusuf, mencintai orang yang dicintai Allah. Lebih-lebih lagi orang yang mencintai Nabi Muhammad, manusia yang paling mulia dan Rasul berkata “almar’u ma’a man ahabb”“seseorang bersama dengan orang yang ia cintai". Bahkan berkata Abu Dzar Al GHifari bertanya kepada Rasul diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari ”Seorang lelaki mencintai suatu kaum tapi ia tidak mampu menyusul dengan amal shalehnya", Rasul berkata : wahai Abu Dzar kau tetap bersama dengan orang yang kau cintai.

Demikian disepanjang masa dari zaman ke zaman Allah mencatat orang akan bersama dengan orang yang ia cintai. Hati-hati dimana kiblat hatimu kepada siapa engkau cinta idola mu itulah yang kau akan bersamanya kelak di Yaumil Qiyamah. Jika ia mencintai Rasul, maka Allah akan membimbing kehidupan kita sehingga kita tidak wafat terkecuali pantas berkumpul bersama Nabi Muhammad. Demikian perbuatan Allah kepada istri Fir’aun, Demikian perbuatan Allah kepada Zulaikha, demikian pula dan lebih perbuatan Allah kepada ummat Nabi Muhammad yang muslimin yang beriman tentunya lebih-lebih lagi.

Indah sekali Nabi kita ini memberi tuntunan dan bimbingan kemuliaan. Sampailah kita kepada hadits mulia yang kita baca dimalam hari ini diriwayatkan didalam Shahih Bukhari bahwa ketika seseorang menafkahi keluarganya itu ada pahalanya. Bukan hanya menunaikan kewajiban duniawi saja tetapi hal itu mengandung pahala, ini menunjukkan indahnya ajaran Nabi kita Muhammad sampai urusan mencari nafkah pun dilibatkan sebagai ibadah, inilah indahnya ummat Nabi Muhammad. Perlu saya perjelas maksud kalimat “shadaqah” pada hadits ini bukan berarti dihukumi hukum shadaqah sebagaimana yang kita kenal, karena apa?, Apabila dihukumi shadaqah maka hukumnya sunnah, tetapi tidak demikian dalam hadits ini, Hukumnya menafkahi keluarga kita punya tanggung jawab kepada kita hukumnya wajib, kalau shadaqah hukumnya sunnah. Tapi yang dimaksud didalam hadits ini adalah pahalanya, bukan hukumnya, kalau hukumnya wajib menafkahi keluarga bila kita mampu, akan tetapi pahalanya adalah seperti pahala shadaqah, maksudnya mengandung kemuliaan tidak percuma begitu saja, Demikian indahnya Allah mengatur kesejahteraan, oleh sebab itu kita yang sudah mempunyai istri, anak-anak maka menafkahi mereka itu shadaqah pahalanya, mendapat pahala shadaqah, Yang belum mempunyai istri atau belum mempunyai keluarga maka ia membantu menafkahi ayah ibunya (jadi pahala) shadaqah, ia membantu nafkah keluarganya jadi pahala shadaqah demikian indahnya.

Maksdunya daripada intisari hadits ini keperdulian seseorang kepada orang terdekatnya diganjar oleh Allah dengan pahala bukan dengan kosong begitu saja. Oleh sebab itu jangan sampai diantara kita lebih memperhatikan orang-orang yang jauh padahal orang-orang yang terdekatnya sendiri didalam kesulitan karena mereka lebih berhak didahulukan. Lihat keluargamu, lihat ayah dan ibumu, lihat adik dan kakakmu, jika kita mempunyai harta lebih sampaikan kepada keluarga kita. Demikianlah indahnya sunnah Nabi kita Muhammad. Ajaran Sang Nabi ini membawa kesejahteraan, kesejahteraan muncul pada ummat ini ketika kita mengikuti tuntunan Nabi kita Muhammad, sejahtera hidupnya. Kita lihat bagaimana Sang Nabi mengajarkan akhlak kepada musuh-musuhnya. Diriwayatkan didalam Shahih Bukhari bahwa ketika Sayyidina Hubaib ditangkap oleh kuffar Quraisy dibawa ke Makkah Al Mukarramah, kenapa ditangkap? Karena ia mengajarkan Alqur’annul karim, kejadian setelah perang Badr, ditangkap dengan alasan mau membuat perjanjian, Tapi ternyata bukan perjanjian tetapi malah dibelenggu dan ia dijual, dijual di Makkah kepada orang-orang Quraisy yang dendam kepada ahlul Badr karena banyak orang kuffar Quraisy ini yang terbunuh keluarganya oleh Ahlul Badr, Siapa Ahlul Badr? Para sahabat Rasul yang berjuang dalam peperangan Badar, Ini Sayyidina Hubaib adalah salah satu anggota Ahlul Badr maka iapun ditangkap dan dijual, maka ia dibeli oleh salah seorang lelaki lalu dimasukkan kedalam penjara, dan besok akan dipenggal tentunya.

Sayyidina Khubaib seorang yang mulia, muridnya Nabi Muhammad, Ia pinjam sebuah silet, dilihatnya ada seorang anak kecil usia 4 tahun lalu berkata “boleh aku pinjam silet?” (kata Sayyidina Hubaib) lalu sang anak berkata “untuk apa?” “untuk pembersih wajah besok aku sudah mati syahid”. Indahnya mereka dan damainya mereka menghadapi kesulitan dan musibah, tetap damai walaupun sudah pasti besok akan dipenggal, mungkin dikuliti, mungkin disiksa, mungkin dibantai, dia pasrah, tenang dan damai menghadapi ketentuan ini. Anak kecil ini pun dengan polosnya mengambilkan silet dari rumahnya masuk kedalam penjara membawakan silet kehadapan Hubaib, maka Hubaib pun mengangkat silet itu, ibu sang anak begitu melihat anaknya sedang bersama Hubaib menjerit. Kenapa ia menjerit? Karena anak ini justru anak daripada yang membeli Hubaib yang akan membunuhnya besok. Kalau kita bagaimana yang akan kita perbuat? Sudah ditipu, dibelenggu, dijual, esok akan dibunuh, Anak yang membeli kita untuk membunuh kita esok sudah dipangkuan kita ditangan kita (ada) silet, apa yang kita perbuat? Kita lihat perbuatan muridnya Nabi kita Muhammad, Hubaib berkata pada ibu sang anak: “kau kira aku ini akan membunuh anak ini dan melukainya?, tidak akan kulakukan” Hubaib tetap membersihkan wajahnya, anak tetap dipangkuannya bermain dengan aman, Demikian akhlak dan budi pekerti mereka para sahabat Nabi Muhammad, kemenangan islam ini muncul dengan pemilik jiwa yang mulia yang ber Iqtida (berpanut / mengikuti) kepada Sayyidina Muhammad.

Hari-hari mulia terus menjelang didalam kehidupan kita ini, sampailah kita dimalam yang diberkahi Allah ini masih didalam renungan dan mendengarkan taujihat-taujihat (arahan-arahan) daripada Hadits Shahih riwayat Shahih Bukhari dalam naungan shalawat dan salam dan doa-doa munajat kepada Allah. Majelis ini adalah gabungan dari shalawat kepada Nabi, salam kepada Nabi, dzikir dan juga ta’lim Hadits Nabawi dan juga untuk membangkitkan cinta kita terhadap Nabi Muhammad yang dengan itulah sempurnanya iman, Ketahuilah dengan kecintaan kita kepada Rasul Allah akan membukakan rahmat kepada kita lebih daripada jika kita kosong jiwa kita daripada mencintai orang-orang yang dimuliakan Allah, kita bermunajat kepada Allah sebagaimana dimalam selasa yang lalu kita bermunajat dengan menyebut nama Allah 1000x dimalam itu, dan Allah tunjukkan banyaknya orang yang masuk islam dan kita akan memanggil nama Allah 1000x semoga Allah swt menjauhkan kita daripada musibah di seluruh wilayah muslimin di Barat dan Timur.

Wahai Allah Goncangkan aqidah orang-orang menyembah selain Mu yang masih didalam gereja. Rabbi… Rabbi berikan mereka hidayah, mereka yang masih memusyrikkan orang-orang muslimin jadikan mereka mencintai orang-orang shalihin, mencintai Nabi Muhammad. Hadirkan jiwa, sanubari dan ruh kalian dalam nama yang paling agung disebut dari seluruh nama yang ada dialam semesta, nama yang paling agung dan mulia sepanjang usia kita. Tidak ada yang lebih mulia selain mengingat nama Allah. Yaa Allah Yaa Allah…. Yaa Allah Yaa Allah…. Yaa Allah Yaa Allah…. Yaa Allah Yaa Allah…. Yaa Allah Yaa Allah…. Yaa Allah Yaa Allah…. Yaa Allah Yaa Allah…. Yaa Allah Yaa Allah…. Yaa Allah Yaa Allah…. Yaa Rahman Yaa Rahim Yaa dzaljalali wal ikram...

[Oleh: Guru Mulia Kita Al Marhum Habib Mundzir Al Musawa, Pada 07 Januari 2008]