BTemplates.com

Selamat Datang Di Website Majelis Al-Badar, Komunitas Online Para Pecinta Rasulullah...

Sabtu, 07 Oktober 2017

Peringatan Maulid NabiKetika kita membaca kalimat diatas maka didalam hati kita sudah tersirat bahwa kalimat ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian kelompok muslimin, saya akan meringkas penjelasannya secara 'Aqlan wa syar’an (logika dan syariah). Sifat manusia cenderung merayakan sesuatu yg membuat mereka gembira, apakah keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya, mereka merayakannya dengan pesta, mabuk mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau bentuk pelampiasan kegembiraan lainnya, demikian adat istiadat diseluruh dunia. Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana kegembiraan atas kelahiran Rasul.
Allah merayakan hari kelahiran para Nabi Nya
  • Firman Allah: “(Isa berkata dari dalam perut ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari kelahiranku, dan hari aku wafat, dan hari aku dibangkitkan” [QS Maryam 33]
  • Firman Allah: “Salam Sejahtera dari kami (untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan” [QS Maryam 15]
  • Rasul lahir dengan keadaan sudah dikhitan [Almustadrak ala shahihain hadits no.4177]
  • Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yg menjadi pembantunya Aminah bunda Nabi, ketika Bunda Nabi mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang benderang keluar dari Bunda Nabi hingga membuat terang benderangnya kamar dan rumah [Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583]
  • Ketika Rasul lahir ke muka bumi beliau langsung bersujud [Sirah Ibn Hisyam]
  • Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saat melahirkan Nabi melihat cahaya yg terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi [Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583]
  • Malam kelahiran Rasul itu runtuh singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh pula 14 buah jendela besar di Istana Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran Persia yg 1000 tahun tak pernah padam. [Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583]


Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan oleh Allah?, kejadian kejadian besar ini muncul menandakan kelahiran Nabi, dan Allah telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah di Alam ini, sebagaimana Dia (Allah) telah pula membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabi Nabi sebelumnya.

Rasulullah memuliakan hari kelahiran beliau

Ketika beliau ditanya mengenai puasa di hari senin, beliau menjawab: “Itu adalah hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” [Shahih Muslim hadits no.1162], dari hadits ini sebagian saudara2 kita mengatakan boleh merayakan maulid Nabi asal dg puasa. Rasul jelas jelas memberi pemahaman bahwa hari senin itu berbeda dihadapan beliau daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah hari kelahiran beliau. Karena beliau tak menjawab misalnya: “oh puasa hari senin itu mulia dan boleh boleh saja..”, namun beliau bersabda: “itu adalah hari kelahiranku”, menunjukkan bagi beliau hari kelahiran beliau ada nilai tambah dari hari hari lainnya, contoh mudah misalnya zeyd bertanya pada amir: “bagaimana kalau kita berangkat umroh pada 1 Januari?”, maka amir menjawab: “oh itu hari kelahiran saya”. Nah.. bukankah jelas jelas bahwa zeyd memahami bahwa 1 januari adalah hari yg berbeda dari hari hari lainnya bagi amir?, dan amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 januari itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir ini termasuk orang yg perhatian pada hari kelahirannya, kalau amir tak acuh dg hari kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut nyebut bahwa 1 januari adalah hari kelahirannya, dan Nabi tak memerintahkan puasa hari senin untuk merayakan kelahirannya, pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan jawaban beliau yg lebih luas dari sekedar pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir tak mmerintahkan umroh pada 1 januari karena itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yg berpendapat bahwa boleh merayakan maulid hanya dg puasa saja maka tentunya dari dangkalnya pemahaman terhadap ilmu bahasa.

Orang itu bertanya tentang puasa senin, maksudnya boleh atau tidak?, Rasul menjawab: hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari kelahiran beliau ada nilai tambah pada pribadi beliau, sekaligus diperbolehkannya puasa dihari itu. Maka jelaslah sudah bahwa Nabi termasuk yg perhatian pada hari kelahiran beliau, karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya islam.

Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi

Berkata Abbas bin Abdul Mutthalib: “Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..” maka Rasul menjawab: “silahkan.., maka Allah akan membuat bibirmu terjaga”, maka Abbas memuji dg syair yg panjang, diantaranya : “… dan engkau (wahai nabi) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya” [Mustadrak ‘ala shahihain hadits no.5417]

Kasih sayang Allah atas kafir yg gembira atas kelahiran Nabi

Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdul Mutthalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas bertanya padanya: “bagaimana keadaanmu?”, abu lahab menjawab: “di neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul” [Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, syi’bul iman no.281, fathul baari Almasyhur juz 11 hal 431]. Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau menguranginya menurut kehendak Allah, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira dg kelahiran Rasul dengan membebaskan budaknya.

Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas kebangkitan Nabi, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi maka Imam imam diatas yg meriwayatkan hal itu tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan mereka tak mengingkarinya.

Rasulullah memperbolehkan Syair pujian di masjid

Hassan bin Tsabit membaca syair di Masjid Nabawiy yg lalu ditegur oleh Umar, lalu Hassan berkata: aku sudah baca syair nasyidah disini dihadapan orang yg lebih mulia dari engkau wahai Umar (yaitu Nabi), lalu Hassan berpaling pada Abu Hurairah dan berkata: bukankah kau dengar Rasul menjawab syairku dg doa: wahai Allah bantulah ia dengan ruhul qudus?, maka Abu Hurairah berkata: “betul” [shahih Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits no.2485]

Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair di masjid tidak semuanya haram, sebagaimana beberapa hadits shahih yg menjelaskan larangan syair di masjid, namun jelaslah bahwa yg dilarang adalah syair syair yg membawa pada Ghaflah, pada keduniawian, namun syair syair yg memuji Allah dan Rasul Nya maka hal itu diperbolehkan oleh Rasul bahkan dipuji dan didoakan oleh beliau saw sebagaimana riwayat diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana dijelaskan bahwa Rasul mendirikan mimbar khusus untuk hassan bin tsabit di masjid agar ia berdiri untuk melantunkan syair syairnya [Mustadrak ala shahihain hadits no.6058, sunan Attirmidzi hadits no.2846], bahwa ketika ada beberapa sahabat yg mengecam Hassan bin Tsabit maka Aisyah berkata: “Jangan kalian caci hassan, sungguh ia itu selalu membanggakan Rasulullah” [Musnad Abu Ya’la Juz 8 hal 337].

Pendapat Para Imam dan Muhaddits atas perayaan Maulid
  • Berkata Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Asqalaniy rahimahullah: Telah jelas dan kuat riwayat yg sampai padaku dari shahihain bahwa Nabi datang ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yg berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul bertanya maka mereka berkata: hari ini hari ditenggelamkannya Fir’aun dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah, maka bersabda Rasul: “kita lebih berhak atas Musa dari kalian”, maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas anugerah yg diberikan pada suatu hari tertentu setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa didapatkan dg pelbagai cara, seperti sujud syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur’an, maka nikmat apalagi yg melebihi kebangkitan Nabi ini?, telah berfirman Allah “SUNGGUH ALLAH TELAH MEMBERIKAN ANUGERAH PADA ORANG ORANG MUKMININ KETIKA DIBANGKITKANNYA RASUL DARI MEREKA” [QS Al Imran 164]
  • Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah: Telah jelas padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul ber aqiqah untuk dirinya setelah beliau menjadi Nabi [Ahaditsul mukhtarah hadis no.1832 dg sanad shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9 hal.300], dan telah diriwayatkan bahwa telah ber aqiqah untuknya kakeknya Abdul mutthalib saat usia beliau 7 tahun, dan aqiqah tak mungkin diperbuat dua kali, maka jelaslah bahwa aqiqah beliau yg kedua atas dirinya adalah sebagai tanda syukur kepada Allah yg telah membangkitkan beliau sebagai Rahmatan lil’alamin dan membawa Syariah utk ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau dengan mengumpulkan teman teman dan saudara saudara, menjamu dg makanan makanan dan yg serupa itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan Imam Assuyuthiy mengarang sebuah kitab khusus mengenai perayaan maulid dengan nama: “Husnul maqshad fi ‘amalil maulid”.
  • Pendapat Imam Al hafidh Abu Syamah rahimahullah (Guru imam Nawawi): Merupakan Bid’ah hasanah yg mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yg diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul dan membangkitkan rasa cinta pada beliau, dan bersyukur kepada Allah dg kelahiran Nabi.
  • Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljazariy rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidis syarif: Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu?, ia menjawab: “di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam senin, itu semua sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas kelahiran Nabi dan karena Tsuwaibah menyusuinya (Nabi)” [shahih Bukhari], maka apabila Abu Lahab Kafir yg Alqur’an turun mengatakannya di neraka mendapat keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi, maka bagaimana dg muslim ummat Muhammad yg gembira atas kelahiran Nabi?, maka demi usiaku, sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh sungguh ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.
  • Pendapat Imam Al Hafidh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqi dalam kitabnya Mauridus shaadiy fii maulidil Hadiy: Serupa dg ucapan Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljazari, yaitu menukil hadits Abu Lahab
  • Pendapat Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah, ia berkata “tidak dilaksanakan maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah pd malamnya dg berbagai macam sedekah dan memperhatikan pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yg sangat besar”.
  • Imam Al hafidh Ibnu Abidin rahimahullah dalam syarahnya maulid ibnu hajar, berkata: “ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi”
  • Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah dengan karangan maulidnya yg terkenal “al 'arus” juga beliau berkata tentang pembacaan maulid, “Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dg tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yg membacanya serta merayakannya”.
  • Imam Al Hafidh Al Qasthalani rahimahullah dalam kitabnya Al Mawahibul ladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami berkata: “Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kpd orang yg menjadikan hari kelahiran Nabi sebagai hari besar”.
  • Imam Al hafidh Al Muhaddis Abul Khattab Umar bin Ali bin Muhammad yg terkenal dg Ibnu Dihyah al Kalbi dg karangan maulidnya yg bernama “Attanwir fi maulid basyir annadzir”
  • Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri dg maulidnya “urfu at ta’rif bi maulid assyarif”
  • Imam al Hafidh Ibnu Katsir yg karangan kitab maulidnya dikenal dg nama: “maulid ibnu katsir”
  • Imam Al Hafidh Al ‘Iraqy dg maulidnya “mauridul hana fi maulidis sana”
  • Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqi telah mengarang beberapa maulid: Jaami’ al astar fi maulid nabi al mukhtar 3 jilid, Al lafad arra’iq fi maulid khair al khalaiq, Maurud asshadi fi maulid al hadi.
  • Imam assakhawi dg maulidnya al fajrul ulwi fi maulidin nabawi
  • Al allamah al faqih Ali zainal Abidin Assyamhudi dg maulidnya al mawarid al haniah fi maulid khairil bariyyah
  • Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad As syaibaniy yg terkenal dg ibnu diba’ dg maulidnya addiba’i
  • Imam ibnu hajar al haitsami dg maulidnya itmam anni’mah alal alam bi maulid sayidi waladi adam
  • Imam Ibrahim Bajuri mengarang hasiyah atas maulid ibnu hajar dg nama tuhfah al basyar ala maulid ibnu hajar
  • Al Allamah Ali Al Qari’ dg maulidnya maurud arrowi fi maulid nabawi
  • Al Allamah al Muhaddits Ja’far bin Hasan Al barzanji dg maulidnya yg terkenal maulid barzanji
  • Al Imam Al Muhaddis Muhammad bin Ja'far al Kattani dg maulid Al yaman wal is’ad bi maulid khair al ibad
  • Al Allamah Syeikh Yusuf bin ismail An Nabhani dg maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’
  • Imam Ibrahim Assyaibani dg maulid al maulid mustofa adnaani
  • Imam Abdul Ghaniy Annablisiy dg maulid Al Alam Al Ahmadi fi maulid muhammadi
  • Syihabuddin Al Halwani dg maulid fath al latif fi syarah maulid assyarif
  • Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati dg maulid Al Kaukab al azhar alal ‘iqdu al jauhar fi maulid nadi al azhar
  • Assyeikh Ali Attanthowi dg maulid nur as shofa fi maulid al mustofa
  • Assyeikh Muhammad Al maghribi dg maulid at tajaliat al khafiah fi maulid khoir al bariah.


Tiada satupun para Muhadditsin dan para Imam yg menentang dan melarang hal ini, mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan Muhadditsin yg menentang maulid sebagaimana disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka mereka ternyata hanya menggunting dan memotong ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yg jelas jelas meniru kelicikan para missionaris dalam menghancurkan Islam.

Berdiri saat Mahal Qiyam dalam pembacaan Maulid

Mengenai berdiri saat maulid ini, merupakan Qiyas dari menyambut kedatangan Islam dan Syariah Rasul, dan menunjukkan semangat atas kedatangan sang pembawa risalah pada kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana penghormatan yg dianjurkan oleh Rasul adalah berdiri, sebagaimana diriwayatkan ketika sa’ad bin Mu’adz datang maka Rasul berkata kepada kaum anshar: “Berdirilah untuk tuan kalian” [shahih Bukhari hadits no.2878, Shahih Muslim hadits no.1768], demikian pula berdirinya Thalhah untuk Ka’b bin Malik.

Memang mengenai berdiri penghormatan ini ada ikhtilaf ulama, sebagaimana yg dijelaskan bahwa berkata Imam Al Khatthabi bahwa berdirinya bawahan untuk majikannya, juga berdirinya murid untuk kedatangan gurunya, dan berdiri untuk kedatangan Imam yg adil dan yg semacamnya merupakan hal yg baik, dan berkata Imam Bukhari bahwa yg dilarang adalah berdiri untuk pemimpin yg duduk, dan Imam Nawawi yg berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka tak apa, sebagaimana Nabi berdiri untuk kedatangan putrinya Fathimah saat ia datang, namun ada pula pendapat lain yg melarang berdiri untuk penghormatan. [Fathul Baari Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala shahih muslim juz 12 hal 93]

Namun dari semua pendapat itu, tentulah berdiri saat mahal qiyam dalam membaca maulid itu tak ada hubungan apa apa dengan semua perselisihan itu, karena Rasul tidak dhohir dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan ruh Rasul hadir saat pembacaan maulid, itu bukan pembahasan kita, masalah seperti itu adalah masalah ghaib yg tak bisa disyarahkan dengan hukum dhohir, semua ucapan diatas adalah perbedaan pendapat mengenai berdiri penghormatan yg Rasul pernah melarang agar sahabat tak berdiri untuk memuliakan beliau.

Jauh berbeda bila kita yg berdiri penghormatan mengingat jasa beliau, tak terikat dengan beliau hadir atau tidak, bahwa berdiri kita adalah bentuk semangat kita menyambut risalah Nabi, dan penghormatan kita kepada kedatangan Islam, dan kerinduan kita pada nabi, sebagaimana kita bersalam pada Nabi setiap kita shalat pun kita tak melihat beliau.

Diriwayatkan bahwa Imam Al hafidh Taqiyuddin Assubki rahimahullah, seorang Imam Besar dan terkemuka dizamannya bahwa ia berkumpul bersama para Muhaddits dan Imam Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yg padanya dibacakan puji pujian untuk nabi, lalu diantara syair syair itu merekapun seraya berdiri termasuk Imam Assubki dan seluruh Imam imam yg hadir bersamanya, dan didapatkan kesejukan yg luhur dan cukuplah perbuatan mereka itu sebagai panutan, dan berkata Imam Ibnu Hajar Alhaitsami rahimahullah bahwa Bid’ah hasanah sudah menjadi kesepakatan para imam bahwa itu merupakan hal yg sunnah, [berlandaskan hadits shahih muslim no.1017 yg terncantum pd Bab Bid’ah] yaitu bila dilakukan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, dan mengadakan maulid itu adalah salah satu Bid’ah hasanah, Dan berkata pula Imam Assakhawi rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah dan perayaan agung ini diseluruh dunia dan membawa keberkahan bagi mereka yg mengadakannya. [Sirah Al Halabiyah Juz 1 hal 137]

Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan mengumpulkan muslimin untuk Medan Tabligh dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan ceramah islami yg diselingi bershalawat dan salam pada Rasul, dan puji pujian pada Allah dan Rasul yg sudah diperbolehkan oleh Rasul dan untuk mengembalikan kecintaan mereka pada Rasul, maka semua maksud ini tujuannya adalah kebangkitan risalah pada ummat yg dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun tak akan ada yg mengingkarinya karena jelas jelas merupakan salah satu cara membangkitkan keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas dipungkiri oleh setiap muslimin 'aqlan wa syar’an (secara logika dan hukum syariah), karena hal ini merupakan hal yg mustahab (yg dicintai), sebagaiman kaidah syariah bahwa “Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”semua yg menjadi penyebab kewajiban dengannya maka hukumnya wajib. contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui bahwa menutup aurat dalam shalat hukumnya wajib, dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu waktu saat kita akan melakukan shalat kebetulan kita tak punya baju penutup aurat kecuali harus membeli dulu, maka membeli baju hukumnya berubah menjadi wajib, karena perlu dipakai untuk melaksanakan shalat yg wajib, contoh lain misalnya sunnah menggunakan siwak, dan membuat kantong baju hukumnya mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan membawa siwak dan baju kita tak berkantong, maka perlulah bagi kita membuat kantong baju untuk menaruh siwak, maka membuat kantong baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya, karena diperlukan untuk menaruh siwak yg hukumnya sunnah.

Maka perayaan Maulid Nabi diadakan untuk Medan Tabligh dan Dakwah, dan dakwah merupakan hal yg wajib pada suatu kaum bila dalam kemungkaran, dan ummat sudah tak perduli dg Nabinya, tak pula perduli apalagi mencintai sang Nabi dan rindu pada sunnah beliau, dan untuk mencapai tabligh ini adalah dengan perayaan Maulid Nabi, maka perayaan maulid ini menjadi wajib, karena menjadi perantara Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang Nabi serta silaturahmi.

Sebagaimana pembukuan Alqur’an yg merupakan hal yg tak perlu dizaman nabi, namun menjadi sunnah hukumnya di masa para sahabat karena sahabat mulai banyak yg membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi wajib hukumnya setelah banyaknya para sahabat yg wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an dari ummat, walaupun Allah telah menjelaskan bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah.

Hal semacam ini telah difahami dan dijelaskan oleh para khulafa’ur rasyidin, para sahabat radhiyallahu ’anhum, Imam dan Muhadditsin, para ulama, fuqaha dan bahkan orang muslimin yg awam, namun hanya sebagian saudara saudara kita muslimin yg masih bersih keras untuk menentangnya, semoga Allah memberi mereka keluasan hati dan kejernihan, amiin.

Walillahittaufiq

[Oleh: Guru Mulia Kita Al Marhum Habib Mundzir Al Musawa, Pada 27 Maret 2008]