BTemplates.com

Selamat Datang Di Website Majelis Al-Badar, Komunitas Online Para Pecinta Rasulullah...

Sabtu, 07 Oktober 2017

Kelezatan Cinta Kepada Allah dan Rasul-Nya

Limpahan puji kehadirat Allah yang Maha berhak atas kesempurnaan yang mulia, Maha Suci Allah yang dengan mengikuti Sang Nabi terangkatlah derajat kita kepada puncak kehidupan yang abadi, Maha Suci Allah, Nama Yang Maha Agung, Maha Berwibawa dengan kewibawaan yang Abadi, Maha Terang benderang Menerangi jiwa dengan kemuliaan khusyu, menerangi sanubari dengan ketenangan dan sakinah, menenangkan hari-hari mereka didalam kenikmatan yang melebihi seluruh kenikmatan, Kenikmatan khusyu dan rindu kehadirat Allah, yang bila telah bangkit dari sanubari bagaikan matahari yang terbit, maka sirnalah seluruh kenikmatan dan segala kesedihan, tenggelam dalam keasyikan pada Nama Allah...

Inilah surga bagi mukminin-mukminat sebelum mereka mengenal surga, Akan tetapi kita lihat bagaimana para Sahabat radhiyallahu’anhum dan para pengikutnya, dan para Shalihin dan Muqarrabin, mereka menginginkan kebersamaan selalu dengan manusia yang paling dekat kepada Allah (yaitu) Sayyidina Muhammad, karena apa?, Karena mereka merasakan kelezatan saat mereka bersama Nabi Muhammad, mereka merasakan puncak kekhusyu'an saat mereka bersama Nabi Muhammad dan mereka tidak merasakan kelezatan hidup melebihi saat saat mereka bersama Rasulullah.

Oleh sebab itu sering kita dengar riwayat semacam Sayyidina Tsauban yang merasa tidak lagi menginginkan kenikmatan surga kecuali yang diinginkan adalah bersama Sang Nabi, Seperti hal hal semacam ini karena apa? Karena mereka merasakan kelezatan saat mereka bersama Nabi Muhammad, Kelezatan apa?, Tentunya kelezatan dekat kepada Allah.., kelezatan khusyu'.., kelezatan thuma’ninah.., ketika mereka memandang wajah Sang Nabi dan ketika mereka bersama Nabi Muhammad, Sebagaimana dijelaskan didalam Majmu’ zawaid dan Musnad Imam Ahmad berkata Sayyidina Abu Hurairah “Yaa Rasulullah idza ra’aynaka raqqat quluubina..!”Wahai Rasulullah jika kami melihat wajahmu kami terangkat pada puncak kekhusyuan.., Banyak diantara kita memandang benda, memandang gunung, memandang laut, maka terangkat (muncul) thuma’ninah dan khusyu' dalam jiwa semakin ingat kepada Allah dan demikian dan lebih dan lebih memandang Nabi Muhammad yang menjadi lambang rahmat ilahi...

Datanglah seseorang bertanya kepada Sang Nabi “yaa Rasulullah kapan datangnya hari kiamat?” (kita bertanya) siapa orang ini? Al Imam Ibnu Hajar Asqalani didalam kitabnya Fathul Baari bisyarah Shahih Bukhari menjelaskan orang yang bertanya ini orang yang membuang air kecil di Masjid Nabawi. Orang yang boleh dikatakan sangat kurang ajar dan minim pemahamannya dan juga imannya, dia bertanya “kapan hari kiamat?” Rasul menjawab dengan pertanyaan “bukan kapan yang mestinya kau ketahui, apa yang kau siapkan? jangan bicarakan kapan hari kiamat karena yang diperlukan adalah persiapanmu, apa yang kau persiapkan?” ia berkata: La syai..! Tidak ada apa-apa yang kusiapkan. Maksudnya apa? Ia beramal hal yang fardhu dan memperbanyak hal yang sunnah semampunya tapi tidak punya satu amal yang ia andalkan terkecuali Mahabbatullah wa Rasul. Yang ku andalkan cinta kepada Allah dan RasulNya Muhammad, ini yang menjadi andalanku yang lain tidak ku andalkan walaupun akau beramal. “La syai” disini bukan berarti tidak beramal, beramal tetapi dia tidak mengandalkannya. Yang ia andalkan cintanya kepada Allah dan Rasul, maka Rasul menjawab “engkau bersama dengan orang yang engkau cintai” dijawab kabul dari cintanya kepada Allah dan Rasul diijabah langsung oleh Rasul. Barangkali kalau amalan lainnya belum tentu diijabah oleh Allah, tetapi cinta kepada Sang Nabi langsung dijawab oleh Rasul “anta ma a man ahbabta..!” engkau bersama dengan orang yang kau cintai.

Karena cinta ini adalah kiblatnya jiwa, kemana jiwa itu mengarah pasti kepada orang atau siapapun yang ia cintai. Walaupun ia menghadap kiblat tetap jiwanya akan mengarah kepada yang ia cintai, walaupun ia bersujud kepada Allah jiwanya akan bersama dengan orang yang ia cintai. Beruntung orang-orang yang mencintai Allah dan Rasul. Maka berkata Sayyidina Anas bin Malik: kami tidak pernah gembira dalam suatu kegembiraan selain mendengar kabar: "kau akan bersama dengan orang yang kau cintai". Kabar (inilah) yang sangat menggembirakan kami, janji dari Sang Nabi dan beliau Sayyidina Anas berkata “dan aku mencintai Rasulullah, aku mencintai Nabi Muhammad, Abu Bakar, dan Umar dan aku berharap akan bersama mereka walaupun aku tidak mampu beramal sedahsyat amal mereka". Ucapan Anas bin Malik yang dicantumkan didalam Shahih Bukhari, ini diakui tentunya dan dibenarkan oleh seluruh Muhaddits dan ulama Ahlussunnah wal jamaah bahwa kecintaan kepada seseorang akan mengantarkannya bersama kelak di Yaumil Qiyamah. Hadits ini merujuk pada satu makna: beruntung mereka yang mencintai Nabi Muhammad, beruntung mereka dengan keberuntungan dunia dan akhirat mereka yang mencintai Sayyidina Muhammad, yang mencintai Rasulullah, Sungguh mereka akan bersama Sang Nabi, yang mencintai para shalihin mereka akan bersama dengan orang yang mereka cintai.

Lihat arah jiwamu, palingkan kepada makhluk yang dicintai Allah, apakah shalihin, apakah syuhada, terutama Nabi mulia yang paling dicintai Allah (yaitu) Nabi Muhammad. Disifatkan didalam taurat tentang kemuliaan Sang Nabi dari sifat-sifat beliau diriwayatkan didalam Shahih Bukhari “wala yadfa’us sayyi’atu bissayyi’ah” Rasul itu tidak membalas kejahatan dengan kejahatan akan tetapi beliau memaafkan dan mengampuni. Inilah budi pekerti manusia yang paling mulia, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, bahkan semakin jahat musuhnya semakin lembut beliau bahkan dan semakin keras keinginan Beliau mendoakan mereka dan mengajak kepada keluhuran, “walakin ya’fu wayaghfir”Beliau memaafkan dan mengampuni, Manusia yang paling pemaaf adalah Nabi Muhammad oleh sebab itu dipuji oleh Allah “fa innaka la’ala khuluqin adhim”“walan yaqbidhahullah hatta yuqiima bihil millatal ‘auja” Allah tidak akan mencabut ruh Sang Nabi sampai ia meluruskan agama yang telah disesat dan diselewengkan, sampai mereka mengucapkan dan meyakini Laa ilaaha illallah, sampai jiwa mereka terang benderang dengan Laa ilaaha illallah, sampai mereka tidak mengakui ada tuhan lain selain Allah. Terbukalah dengan kebangkitan Sang Nabi, terbuka mata yang buta menjadi melihat, telinga yang tuli menjadi mendengar, jiwa yang tertutup menjadi terbuka dengan cahaya hidayah. Bukan berarti orang-orang itu buta tetapi buta matanya dari hal yang mulia disisi Allah, ia melihat tapi tidak mau melihat apa-apa yang dimuliakan Allah, ia mendengar tapi telinganya berat mendengar hal-hal yang mulia disisi Allah, dan jiwa yang tertutup akan terbuka dan terbit dengan cahaya kebahagiaan dan kemuliaan dengan kebangkitan Nabi Muhammad.

Demikian agungnya sifat Sang Nabi dan tentunya kita barangkali malu medengar sifat mulia Sang Nabi ini yang belum mampu kita ikuti, paling tidak kita memahami inilah sosok idola, inilah manusia yang indah yang paling pantas aku cintai Sayyidina Muhammad. Allah munculkan sifat-sifat mulia pada Sang Nabi agar dicintai oleh ummatnya, dan kemuliaan ini terwariskan pada jiwa para sahabat pewaris risalah Nabawiyah yang pertama dan kemudian dilanjutkan oleh para penerus risalah dari zaman ke zaman.

Ketika Rasul bersabda “orang yang memanjangkan celananya atau sarungnya maka Allah tidak akan memandangnya kelak di hari kiamat”. Mereka yg memanjangkan celananya atau sarungnya di bawah mata kaki tidak akan dilihat oleh Allah dihari kiamat. Ini sebagian saudara kita salah paham menganggap hal seperti ini tidak boleh maka mereka mungkin selalu menggulung celananya karena takut tidak dilihat oleh Allah, bukan ini maksudnya, karena hadits riwayat Shahih Bukhari ini diteruskan dan masih ada terusannya, Abu Bakar Asshiddiq memanjangkan salah satu dari pakaiannya kebawah seraya berkata “Yaa Rasulullah aku memakai pakaian seperti ini apakah Allah tidak melihatku nanti dihari kiamat?”. Tidak dilihat disini adalah tidak dihormati oleh Allah, yaitu dihina oleh Allah, Maka berkata Rasul: “sungguh kau berbuat seperti itu bukan karena kesombongan”, Jadi yang dilarang itu memanjangkan celana atau sarung karena sombong, Ini hampir tidak ada dimasa sekarang karena dizaman dulu orang bisa membedakan atara orang miskin dengan orang kaya raya dengan melihat celananya atau sarungnya yang dipanjangkan, Kalau orang kaya raya pasti ciri khasnya untuk membanggakan dirinya dia panjangkan celana atau sarungnya karena itu tanda ia selalu naik kereta tidak pernah berjalan kaki, tapi kalau para budak dan para fuqara pasti celananya dipendekkan karena selalu berjalan diatas debu, Ini zaman dahulu, zaman sekarang hal seperti ini hampir tidak pernah terjadi orang memanjangkan celananya karena tanda kesombongan, dan itu bukan simbol kesombongan lagi, bukan simbol orang miskin bukan simbol orang kaya.

Sampailah kita dimalam mulia ini di hari pertama bulan Dzulhijjah, malam-malam agung seperti ini mengingatkan kita kepada peristiwa Hajjatul Wada’, dimana Rasul keluar dari Madinatul Munawwarah pada tanggal 25 Dzulqa’dah tahun 11 Hijriah dalam pendapat lain tahun 10 Hijriah keluarlah beliau bersama para sahabat untuk melakukan Haji dan Haji itu disebut Hajjatul Wada (Haji perpisahan) karena itu haji yang pertama dan haji yang terakhir. Rasul keluar pada hari sabtu 25 Dzulqa’dah untuk menuju medan haram, dan beliau sampai di Makkah Almukarramah dan melakukan fardhu Haji dan kemudian di medan Arafah beliau berkhutbah didekat Jabal Rahmah didengar oleh sedemikian banyak para sahabat, diriwayatkan jumlah mereka 60 ribu dari para sahabat yang hadir pada hari itu dan Rasul berbicara tanpa pengeras suara akan tetapi yang paling depan dan paling belakang sama jelasnya mendengar suara beliau.

Dari salah satu ucapan beliau bersabda dalam khutbahnya “wahai hadirin aku merasa barangkali aku tidak berjumpa lagi dengan kalian dihaji yang akan datang, saksikan aku sudah menyampaikan risalah ini”. Demikian kejadian Hajjatul Wada dan Rasul kembali dari medan haji ini dan setelah beliau kembali tidak lama beliaupun berziarah ke makam Baqi’, Beberapa bulan kemudian adalah Rabiul awwal dari bulan wafatnya Rasulullah, Beliau berziarah ke Baqi menziarahi Ahlul Badr, Demikian dijelaskan didalam Sirah Ibnu Hisyam beliau mendatangi kuburan Baqi lantas mengucapkan salam kepada syuhada Badr, saudara-saudara beliau yang telah berjuang hingga wafat membela perjuangan Allah dan RasulNya di perang Badar Al Kubra.

Beliau mengucapkan salam di pemakaman Badar lantas disaat itu ada salah seorang sahabat yg melihat Sang Nabi menangis dan menagis dalam doanya dimedan Baqi berziarah kepada sahabatnya yaitu Ahlul badr dan setelah itu Rasul berpaling kepada nya seraya berkata: wahai engkau, telah dipilihkan kepadaku dua pilihan untuk memilih hidup kekal dimuka bumi sampai hari kiamat dan juga surga kelak atau aku dalam surga dan bertemu Allah dan aku memilih surga dan berjumpa dengan Allah. Maka berkatalah sahabat itu “Yaa Rasulullah pilihlah yang pertama agar kau kekal didunia ini” Rasul berkata “aku memilih yang kedua…”, Sekembalinya beliau dari ziarah mulailah beliau ditimpa sakit yang membawa wafatnya. Tanggal 1 Rabiul awwal mulailah sakit beliau dan pada tanggal 12 Rabiul awwal beliau pun mangkat dan wafat disaksikan oleh para sahabat. Kejadian ini setelah Hajjatul Wada, Hajjatul Wada bulan Dzulhijjah lantas bulan Muharram dan Safar lalu Rabiul awwal wafatnya Nabi Muhammad.

Wafatlah Sang Nabi dan meninggalkan kemuliaan dan warisan agung pada kita, diteruskan oleh para khalifah-khalifah mulia dari mulai Sayyidina Abu Bakar Asshiddiq, Sayyidina Umar bin Khattab, Sayyidina Utsman bin Affan, Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan para pembesar sahabat yang terus membawakan kemuliaan Alqur’an, kemuliaan sunnah dan kemuliaan syari'ah, sampai masa-masa wafat merekapun tetap tersaksikan padanya cinta mereka kepada Allah dan Rasul, Ketika dimasa wafatnya Sayyidina Umar bin Khattab diriwayatkan didalam Shahih Bukhari ketika beliau sudah ditaruh diatas dipan maka berkatalah Ibnu Abbas untuk menenangkan Sayyidina Umar yang sedang menghadapi sakaratul maut “wahai Umar kau telah menjadi sahabat Rasulullah, kau telah berbakti kepada Rasul dengan sebaik-baiknya bakti dan beliau pun wafat dalam keadaan ridha kepadamu wahai Umar, lantas kaupun bersahabat dengan Abu Bakar Asshiddiq kau telah berbakti kepadanya sebagai khalifah sampai iapun wafat dalam keadaan ridha kepadamu wahai Umar, dan kini engkau dihadapan sakarat kami sahabat-sahabat mu telah ridha atas apa yang engkau perbuat wahai Umar dan kami ridha kepadamu dan kau wafat dalam keadaan ridha dari kami”. Maka berkata Sayyidina Umar bin Khattab “kalau seandainya keridhaan Rasul itu adalah anugerah Allah kepadaku, demikian pula keridhaan Abu Bakar Asshiddiq itu adalah anugerah Allah kepadaku, tapi kalian?” kata Umar bin Khattab.

Maksudnya apa? Karena mereka masih hidup dan Umar bin Khattab tidak menyaksikan keridhoan mereka saat mereka wafat. Yang kutakutkan diantara kalian ada yang mempunyai hak atasku, seandainya aku memiliki gunung emas akan aku bagi-bagikan agar tidak ada satupun yang tidak ridha kepadaku sehingga aku tidak bertemu dengan adzabnya Allah. Demikian hebatnya wafatnya para Khulafaur Rasyidin, demikian wafatnya Sayyidina Utsman bin Affan yang beliau ini dimusuhi oleh sebagian orang sehingga beliau di blokir rumah beliau untuk tidak bisa beliau keluar dari rumah, tidak pula bisa mendapatkan kiriman makanan dan minuman. Maka berkata sahabat lainnya “wahai khalifah keluarkan pasukanmu untuk menyingkirkan orang-orang ini yang menghalangimu dari pada makanan dan minuman dan menghalangimu untuk masuk kemasjid", Utsman bin Affan berkata “aku tidak akan menumpahkan darah muslimin hanya karena satu manusia bernama Utsman bin Affan", biarkan mereka apa yang mereka perbuat, sampai orang orang diluar tidak sabar akhirnya Utsman bin Affan wafat sebagai syahid ketika Ia membaca Al Qur’anul karim dan Ia pun wafat dalam keadaan ditusuk.

Demikian pula wafatnya sayyidina Ali bin Abi Thalib, demikian para pembela Rasul dan para pembela risalah, sampailah kita dimalam ini menikmati hasil perjuangan mereka, hasil dari pada perjuangan mereka adalah Al Quran yang sampai kepada kita dan hadits nabawi, setiap huruf hurufnya tercetak dengan darah dan pengorbanan mereka, dimalam mulia ini kita mendengar sabda Nabi Muhammad untuk menenangkan jiwa kita, Rasul telah wafat, Khulafaur Rasyidin, para orang mulia telah wafat , para guru guru kita banyak yang telah wafat, tinggallah kita dalam waktu yang dekat akan pula wafat dan kembali, membawa apa kita akan pergi, Sang Nabi telah bersabda diriwayatkan dalan Sahih Bukhari ”akan kalian lihat setelah aku wafat hal hal yang tidak kalian sukai, dari fitnah, dari musibah, dari permasalahan, bersabarlah kalian sampai kalian menjumpai aku ditelaga Haudh”. Demikian sabda Nabi Muhammad menenangkan para pencintanya, menenangkan orang orang yang selalu ingin bersama Allah, dengan mencintai Nabi Muhammad, beliau menenangkan hati mereka, kalian akan temukan apa yang tidak kalian sukai setelah aku wafat…., bersabarlah sampai kalian berjumpa denganku ditelaga Haudh”.

Kita bermunajat kepada Allah, Ya Rabbiy pastikan semua wajah kami yang hadir dan berjumpa beliau ditelaga Haudh… Yaa Allah.. yaa Allah… 5x, Yaa Rahman yaa Rahim kami mencintai Nabi Muhammad, kami mencintai Abu Bakar Asshiddiq, kami mencintai Umar bin khatab, kami mencintai Utsman bin Affan, kami mencintai Ali bin Abi Thalib, kami mencintai Sayyidatuna Fathimah Azzahra, kami mencintai ahlul Badr, kami mencintai ahlul uhud, kami mencintai para wali Allah, namun kami tidak mampu mengejar dengan amal amal kami sebagaimana dahsyatnya amal mereka, maka Yaa Rabbiy pastikan kami bersama mereka karna cinta kami kepada mereka yaa Rabb, telah tenang jiwa kami ketika melewati musibah dan kesulitan didunia, kami mendengar kabar dari Sang Nabi: ”bersabarlah kalian sampai kalian menjumpai aku ditelaga Haudh” pastikan kami semua yang mendapatkan janji sang Nabi, Yaa Rabbiy kami bersabar sampai kami berjumpa dengan Nabi kami ditelaga Haudh, bersabar atas kerinduan, bersabar atas cinta kami, melihat wajah beliau yaa Rabb, telah Kau halangi mata kami dari memandang wajah Nabi kami, akan tetapi kami disabarkan oleh janji beliau: “bersabarlah kalian sampai kalian menjumpai aku ditelaga Haudh”

Yaa Rahman Yaa Rahim pandanglah segala buruknya amal kami, hinanya jiwa kami dari sanubari yang selalu ingkar dari semua yang Engkau ridhai, dan selalu ingin dengan hal hal yang Engkau murkai, kepada siapa kami mengadukan hati ini Yaa Rabbiy, kalau bukan kepadaMu yaa Rabb, akan tetapi dalam gelapnya jiwa dan sanubari ini ada kecintaan kepada Sayyidina Muhammad, dan amal amal yang saleh, maka jadikanlah titik terang ini menjadi matahari yang terang dalam jiwa kami dan jangan wafatkan kami kecuali sebagai ahlus sujud, sebagai ahlul khusyu', sebagai ahlut taubah, sebagai ahlul qiyamulail, yaa Rahman yaa Rahim pastikan wafat kami kelak dalam puncak kemuliaan dan kesempurnaan ibadah, pastikan malam wafat kami atau siang wafat kami didalam khusnul khatimah, yaa Rahman yaa Rahim pastikan kami bangkit di Yaumil qiyamah bersama orang orang yang kami cintai dan pastikan kami berjumpa dengan Nabi kami Muhammad.

Dan Yaa Rabbiy kami berdo’a untuk muslimin muslimat khususnya didaerah JABODETABEK yang masih terus ditimpa musibah hujan, Rabbiy Rabbiy terangkanlah permukaan alam semesta ini datangkan hujan yang membawa rahmat, dan jangan Engkau datangkan hujan yang membawa musibah, datangkanlah kemarau yang membawa rahmat dan jangan Engkau datangkan kemarau yang membawa musibah, singkirkan segala wabah penyakit, perbaiki akidah kami dan jiwa muslimin, kami mengadukannya kepada Mu yaa Rabb, dari dosa dosa kami, dari semua hajat kami, dari semua niat kami, dari semua harapan kami, kami titipkan kepada nama Mu yang Maha Agung, nama yang jika menyerunya maka terangkat jiwa kami kepada kemuliaan dan berjatuhan dosa dosa kami.

 Yaa Allah yaa Allah… Yaa Allah yaa Allah… Yaa Allah yaa Allah… Yaa Allah yaa Allah… Yaa Allah yaa Allah… Yaa Allah yaa Allah… Yaa Allah yaa Allah… Yaa Allah yaa Allah… Yaa Allah yaa Allah… Yaa Rabbiy kami benturkan musibah yang akan datang kepada kami kepada nama Mu yang Maha Berwibawa, meruntuhkan dosa dosa kami, meruntuhkan segala kesulitan kami, menerbitkan matahari keberkahan dalam kehidupan kami yaa Rahman yaa Rahim,

Washallallahu 'ala nabiyyil ummiy wa'ala alihi wasahbihi wasallam...

wassalmu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

[Oleh: Guru Mulia Kita Al Marhum Habib Mundzir Al Musawa, Pada Senin 10 Desember 2007]